Hidup
sebagai perantau membuat hubungan dalam keluargaku sangat erat. Ini karena kami
tahu bahwa saat di tanah rantau, tidak ada yang bisa kami andalkan selain
keluarga sendiri. Papa, Mama, keempat saudaraku dan aku adalah satu tim.
Pekerjaan Papa yang membuat kami hidup berpindah dari satu kota ke kota lain.
Terhitung sejak kecil hingga duduk di bangku SMA, aku pernah hidup di 4 kota
berbeda. Teman masa kecilku ya saudara-saudaraku sendiri. Apalagi usia kami
tidak terpaut jauh. Hanya berbeda satu hingga dua tahun.
Lebaran
selalu menjadi ajang pembuktian kekompakan kami. He..he.. Kenapa? Karena entah
sejak kapan, muncul tradisi untuk memakai seragam lebaran. Baju keluarga. Baju
kebangsaan ibn Rasyid. Biasanya sebisa mungkin warna bajunya berbeda dengan
tahun-tahun sebelumnya. Jika pun semua tidak seragam, minimal aku dan mama
memakai baju dengan model dan warna yang sama, mengingat hanya aku seorang anak perempuan
yang dimiliki papa dan mama. Sedangkan papa dan saudara laki-lakiku biasanya
memakai baju koko putih.

Memakai
baju kembaran setiap tahun membuat kami terlihat benar-benar kompak. A real happy family. Belum lagi karena
dalam keluarga besar, kami dianggap sebagai salah satu keluarga muslim yang baik. Alhamdulillah.
Hingga gaya berpakaian kami menjadi fashion muslim yang membuat keluarga bertanya, “Bajunya beli di mana. Bagus ya.
Modelnya beda. Nggak pasaran.” Ah, bangganya.
salah satu sesi foto keluarga dengan memakai seragam

Padahal
gaya berpakaianku tidak termasuk dalam kategori hijabers gaul dan seru. Ini
karena aku lebih suka memakai pakaian yang longgar dan jilbab yang menutup
hingga dada. Dan saat trend fashion muslim tahun ini adalah hijab syar’i, maka
aku merasa sangat dimudahkan untuk menemukan baju-baju yang cantik untuk
dipakai saat lebaran. 
Oiya,
saat memakai seragam lebaran yang kompak, rasanya kurang seru kalau tidak
diikuti dengan foto keluarga. Apalagi saat foto dengan formasi lengkap. Senyum
lebar dan nan ceria tentu tidak boleh lupa dipamerkan. Kapan lagi bisa kumpul
lengkap? Bahkan perkara kumpul lengkap ini sudah mulai menjadi masalah. Mengingat
aku dan saudara-saudaraku kini sudah beranjak dewasa. 
Kebiasaan
berfoto bersama ini pun menjadi bermanfaat. Ia sebagai penanda bagi
perkembangan yang terjadi di dalam keluarga kecil kami. -Ya, itu jika keluarga
inti yang terdiri dari ibu-bapak dan lima orang anak termasuk dalam kategori
keluarga kecil. He..he..-
Hal
ini terbukti saat keluarga kami bertambah satu demi satu. Mulai dari adikku
yang menikah dan kemudian punya anak. Kemudian kakakku menikah dan punya anak. Hingga
akhirnya aku pun membangun keluarga kecilku sendiri. Jumlah kami yang terus
bertambah membuat suasana semakin riuh, namun sekaligus membuat kami jadi
semakin sulit berkumpul.
Namun
tetap saja, rencana untuk memakai baju seragam setiap lebaran terus
dilaksanakan. Tahun ini kami memilih warna hijau sebagai warna seragam. Jika
terpaksa, kami memutuskan untuk memakai model yang berbeda selama warnanya
masih sama. Namun itu selalu menjadi pilihan terakhir karena menyamakan warna
sekalipun tentu sulit. Lebih baik membeli produk yang sama dengan ukuran yang
cocok bagiku dan ipar-iparku.
Ah,
seandainya kehadiran Ethica Fashion sudah muncul sejak pertama kali tradisi ini
kami lakukan di dalam keluarga, pasti kegiatan belanja untuk baju lebaran
menjadi lebih mudah. Tidak ada lagi yang namanya kebingungan karena sulit
membeli baju yang seragam sedang kami tidak bisa pergi berbelanja bersama.
Sekarang kami hanya perlu mencari jaringan internet, sama-sama melihat website
atau yang sedang tidak bisa online bisa saling berkirim gambar baju yang
ditaksir kemudian disepakati bersama akan memilih baju yang mana.
Lebaran
memang ajang kumpul keluarga yang seru apalagi jika bisa sekaligus melatih
kekompakan kami sebagai tim. Dan pasti akan lebih seru jika baju kompaknya eksklusif dari Ethica Fashion. Keluarga ibn Rasyid yang jumlahnya terus bertambah
namun tetap selalu kompak!