Penulis: Agustina K. Dewi Iskandar
Editor: Anin Patrajuangga
Desain Cover: Dyndha Hanjani P
Penata isi: Yusuf Pramono
Penerbit: Grasindo
Cetakan: 2014
Jumlah Hal: x + 134 halaman
ISBN: 9786022513148
Bukan
salah takdir ketika Alila dan Sho dipertemukan dalam situasi yang membuat
mereka tak mungkin bersama, karena masih ada penebusan dosa dan tanggung jawab
yang tarik-ulur berdialog dan menjelaskan dirinya masing-masing untuk
dimenangkan.

Bukan salah takdir ketika Alila dan Naka dipertemukan di antara pergulatan
cinta dan politik yang membangun sekat-sekat dan membenturkan perjalanan Alila
dan Naka yang tidak sempurna namun khidmat dengan ketidakbahagiaan.

Bukan salah Alila, ketika ia bisa melihat masa depan dan masa lalu seseorang
hanya dengan menyentuh tangan sekilas saja.

Namun apakah sesungguhnya bahagia, jika selalu saja ada pergerakan lain yang
lebih memiliki kuasa dalam menciptakan kisah yang sempurna? Hidup mereka semua
berubah ketika segala ruang kemungkinan untuk bahagia dipaksa untuk memahami
batas absolut. Pada akhirnya, mereka tak bisa mengelak saat takdir juga yang
menjawab berbagai tanda tanya besar dalam perjumpaan mereka, mengenai
kebersatuan dan keberpisahan cinta…

***
Alila, perempuan
yang oleh ayahnya disebut sebagai “Gadis Waskita”, ini karena ia memiliki
kemampuan yang melebih kemampuan manusia normal lainnya. Alila bisa melihat
masa lalu dan masa depan seseorang hanya dengan menyentuh tangannya. Kemampuan
ini ternyata menggerogoti mental dan hidup Alila. Ia menjadi orang yang
tertutup. Ini mungkin ada hubungannya dengan berbagai peristiwa yang terjadi
sejak ia kecil yang terkait dengan “kelebihan” yang ia miliki.
Naka, laki-laki
yang melarikan diri dari kejaran orang-orang yang menginginkan kejeniusannya.
Karena idealismenya ia menentang kelompok yang menginginkan kecedasannya. Dan
ternyata karena mempertahankan idealisme itu dia harus kehilangan hal yang
paling berharga dalam hidupnya. Sejak itu ia memilih untuk menjauh dari hubugan
antarmanusia. Ia tidak lagi percaya pada cinta. Hingga akhirnya ia bertemu
Alila.
Sho, laki-laki
yang memendam rasa bersalah yang mendalam pada Alila. Ia pun melepaskan
perempuan yang sangat dicintainya agar bisa terus mendampingi Alila. Namun,
sampai kapan kebenaran itu bisa ia sembunyikan dari Alila?
Ditengah
hubungan ketiga orang ini, bahaya muncul dan membuat semuanya menjadi penuh
dengan luka dan kehilangan. Mereka pada akhirnya harus rela kehilangan
identitas mereka sendiri. Lantas apakah ini semua sepadan dengan cinta yang
akhirnya bertemu dalam jalinan takdir?
***
Jujur, saya
cukup skeptis saat menatap sampul buku ini. Bahkan, buku ini tidak akan saya
jamah jika bukan karena salah seorang adik kelas saya menitipkannya pada saya.
Akhirnya saya pun tergoda membaca lembaran-lembarannya. Dan akhirnya tidak bisa
berhenti hingga akhirnya menuntaskannya.
Prolognya sukses
membuat saya kebingungan. Siapa gadis ini? Apa yang ia lihat dari orang itu?
Apa hubungannya dengan kisah dalam novel ini?
Akhirnya satu
persatu cerita dituangkan. Jujur, saya harus berkata bahwa orang yang menulis
tentang seorang yang jenius jelas harus membekali diri dengan pengetahuan yang
luas dan harus menuangkannya dengan cerdas dan menarik melalui tokoh jenius
yang ia ciptakan.
Dan ternyata,
kejeniusan ini malah membuat saya tetap tertarik. Bertanya-tanya, apa yang Naka
ciptakan? Seberapa berbahaya? Seberapa penting?
Konflik, alur,
dan klimaks buku ini benar-benar apik. Klimaksnya tepat dan antiklimaks
benar-benar menjelaskan banyak hal. Dari segi ketebalan, buku ini tergolong
tipis, namun muatannya menurut saya cukup padat.
Yang menjadi
kekurangan buku ini adalah sampul yang kurang menarik dan bagi saya kurang
mencerminkan isi buku. Warnanya terlalu soft dan jadi kurang menarik untuk
dilirik di toko buku. Tapi kalau dari segi isi? Saya suka dengan buku ini.
Jika harus
menyematkan bintang untuk buku ini, maka saya memberinya 4 bintang. (^_^)v
***
“Cinta
adalah sesuatu yang nyata. Perasaan yang akan membuat kita kuat, bahkan saat
kita sedang mengalami derita dan terpuruk jatuh, apalagi bila kecintaan itu
kita tujukan pada subyek yang tepat. Cinta pada Tuhan, misalnya?” (hal. 13)
“Tapi
Bunda, cinta itu materialistis. Dia juga bersifat ambigu. Cinta nggak pernah
konsisten dengan pilihannya. Begitu banyak yang harus dibandingkan, begitu
banyak yang mesti diharapkan. Cinta nggak bisa hanya puas dengan apa yang
dilihat dan dijalani. Tetap harus ada pengorbanan yang lain. Tapi saat cinta
kita istimewa, maka orang-orang akan mencari cinta yang biasa. Aku menyesal  sudah jatuh cinta, Bunda” (hal. 13)
“Cinta
tidak pernah biasa, Naka. Ia akan selalu menjadi istimewa, bahkan dalam
kewajarannya. …” (hal.13)
“Kesepian.
Pertanyaan abadi yang tak pernah menemukan jawaban.” (hal. 37)
“…saya
yakin kalau ada kuasa lain di luar kuasa manusia yang lebih besar. Alila yang
mengajarkan itu. Mereka bukan dewa. Mereka juga bisa diruntuhkan. Selama kita
yakin bahwa Tuhan bersama kita…” (hal. 78)
“Itukah
yang namanya dikotomi moral manusia? Tahu berdosa dan ingin tobatan nasuha,
tapi masih tetap bisa mengaku bahagia…” (hal. 101)
“Naka,
kebahagiaan seringkali menjadi sebuah ilusi yang terkadang berakhir pada batas
waktu yang berada di luar prediksi manusia.” (hal 103)
***
Profil Penulis
Agustina K Dewi Iskandar, dan semua
orang memanggilnya dengan nama Ina. Sarjana Komunikasi UNPAD yang lahir di
Jakarta 1981 dan berdomisili di Bandung, kini tengah menikmati dan menjalani
irama hidupnya sambil terus menulis dan bermusik di sebuah kelompok musik
bertitel inaccoustic. Berprofesi sebagai Dosen di Fakultas Desain Itenas dan
Unpas Bandung, ia juga bekerjad sebagai Creative Writer di Perusahaan Digital
Marketing Medialine. Sempat aktif di beberapa kelompok teater di Bandung;
selain mengembangkan kelompok teaternya sendiri yaitu KGR (Kelompok Generasi Remaja)
pada tahun 1998. Di samping menulis naskah iklan dan naskah drama yang sempat
dibukukan oleh Goethe Institute dan dipentaskan oleh beberapa kelompok teater
di berbagai daerah, juga menulis puisi, cerita pendek, dan esai yang sering
dimuat di jurnal, buletin, dan media cetak, pernah juga menerbitkan beberapa
antologi cerpen dan puisi di bawah beragam penerbit. Karya yang baru dirilisnya
adalah kumpulan cerita inspiratif berjudul Hot
Chocolate For God
yang diterbitkan di bawah penerbit di Yogyakarta, dan ReMemoare’ yang diterbitkan oleh
Grasinda.
Never fight battles only with wishes! Quote
yang menjadi penyemangat bagi setiap perjalanan hidupnya yang  semakin lengkap dengan kehadiran seorang
putri bernama Azka Zahra Maziya serta dua orang putra bernama Kelana Kakilangit
dan Abyakta Faeyza Zain.
Ina dapat
dikontak melalui:
Twitter:
@inabicara
Facebook:
www.facebook.com/ agustina.iskandar
Email:
in_a_dieka@yahoo.com

***

 Review ini saya ikutkan dalam RC berikut: