Satu Mata Panah pada Kompas yang Buta
Penulis: Suarcani
Penerbit: Jendela O’ Publishing House
Penyunting Naskah: Yenita Anggraini
Penyelaras Aksara: Deasy Serviana
Perancang Sampul: eSLC Project
Penata Letak: Refa Annisa
Cetakan: Pertama, Maret 2016
Jumlah hal. : vii + 226 Halaman
Kompasmu, apakah kamu memperhatikannya? Ada dua arah di sana. Utara dan selatan. Sama halnya seperti matamu sendiri, arah itu menyelamatkanmu dari kesesatan. Tapi kompas milikku buta. Tidak ada utara selatan dalam hidupku, semua hanyut dalam ketakutan dan masa lalu. Lima belas tahun penjara mencuri jarum kompasku dan setelah bebas, aku pun masih belum tahu ke mana arah hidupku.
Aku pembunuh, korban hasrat yang menyimpang. Dunia luar menungguku, berpura-pura menyambutku dengan semarak, untuk kemudian kembali meremukkanku dalam ketakutan.
Aku butuh jalan, butuh mata kompasku. Apakah kamu bisa membantuku menemukannya?
Aku Ravit, bekas tahanan yang kini kembali terpenjara rasa takut.
***
Novel ini adalah novel dengan genre yang sangat jarang saya temui di Indonesia. Novel ini lebih cocok dikategorikan dalam genre novel spiritual dan drama kehidupan.
Novel ini mengetengahkan kehidupan seorang mantan narapidana bernama Ravit. Ia masuk penjara saat remaja dan harus mendekam di sana selama 15 tahun. Saat keluar, ia bukannya bahagia malah ketakutan.
Bagaimana mungkin ia bahagia jika tidak ada yang menanti kepulangannya. Tidak ada rumah yang bisa ia tuju selain tempat di mana kegetiran masa lalu yang memberinya trauma mendalam. Satu-satunya yang mau nanti kebebasannya hanyalah Om Rus, adik kandung ibunya.
Dengan bantuan material dari Om Rus, Ravit menjalani masa-masa awal kebebasannya. Namun ketakutan yang hadir membuatnya tidak mampu menghadapi dunia di luar tembok penjara. Manusia-manusia yang membuatnya merasa aneh. Dan ia tidak mampu menghadapi trauma masa lalunya sekaligus masa lalu yang ia miliki sebagai narapidana.
Apa sebenarnya yang terjadi di masa lalu Ravit hingga ia selalu ketakutan saat membaca berita tentang pemerkosaan, pedophilia, ataupun saat melihat ketertarikan seksual di mata seseorang?
Bagaimana Ravit bisa menjalanani masa depan yang selalu dibayangi masa lalu itu?
***
Sejujurnya, saat membaca blurb novel ini saya tidak membayangkan bahwa akan menemukan hal-hal menarik selain tema. Penasaran tentang kehidupan seorang narapidana, membuat saya ingin tahu, bagaimanakah kehidupan dari sisi mereka.
Saat memulai membaca, saya menyadari bahwa cerita dituturkan dengan sudut pandang orang pertama dari sisi Ravit. “Wah, menarik. Emosi seorang narapidana tentang kehidupan baru yang menantinya akan dituturkan dengan sudut pandang orang pertama!”
Setelahnya? Saya dibuat frustasi sekaligus penasaran. Saya tidak habis pikir dengan pilihan-pilihan dan ketakutan-ketakutan Ravit. Tapi di saat yang sama saya disergap penasaran yang muncul dengan pertanyaan, “kenapa?”, yang bertubi-tubi.
Kemudian penulis, bukannya menjawab pertanyaan itu, malah membawa tokoh Ravit berlibur ke Bali. Awalnya saya berpikir, Bali sudah meanstream. Namun ternyata ini malah menjadi kelebihan buku ini. Penulis mendeskripsikan budaya dan lokasi yang tidak umum dikunjungi oleh wisatawan.
Harus saya akui, deskripsi tempat dan budaya di buku ini sangat detail dan jadi salah satu kelebihannya.
Dalam penokohan pun cukup baik. Tokohnya sedikit dan hadir dengan porsi yang pas dan maksud yang jelas.
Namun yang sedikit mengganggu adalah detail psikologi. Sikap Ravit menghadapi orang-orang sekitarnya terutama Dara, terkesan terlalu berlebihan.
Namun di luar kekurangan itu, novel ini bisa jadi alternatif bacaan di tengah banyaknya tema romance yang pekat di bursa buku di Indonesia.
***
Givaway Time!!!
Hai Readers, Jendela O’ Publishing House sudah menyiapkan hadiah khusus
1. Follow twitter @atriasartika @alhzeta@JOPHouse.
2. Bagikan link post review & Giveaway ini di media sosialmu.
– Twitter: mention @atriasartika @alhzeta @JOPHouse Pakai hashtag#SMPKB
-Instagram: mention @atriasartika @alhzeta @JOPHouse Pakai hashtag#SMPKB
3. Jawab pertanyaan berikut di kolom komentar di bawah Post ini:
“Apa ketakutan terbesarmu di masa lalu?”
Jangan lupa cantumkan nama, twitter dan e-mail.
4. Periode Giveaway: 2 – 7 Mei 2016.
5. Hanya untuk yang domisili di Indonesia yaaa π
Nama: Anggi Santri Utami
Email: anggisantri15@gmail.com
Twitter dan instagram: asntrutm
Jawaban: Ketakutan dari masa lalu ku adalah masa lalu itu sendiri. Ketakutan akan bayang bayang yang selalu menghantui. Ketakutan akan terulang kembali lagi masa-masa itu. Ketakutan untuk kembali melihat dunia dengan sisi dan sudut pandang terbaik, karena dunia yang terkait dengan masa lalu ku dulu, belum tentu bisa menerima aku sekarang. Seharusnya manusia bisa berdamai juga dengan masa lalu, bukan hanya berdamai dengan hati.
Nama: Diah P
Twitter: @She_Spica
Email: pujiawati747@gmail.com
Ketakutan terbesarku di masa lalu adalah tidak bisa melanjutkan sekolah. Ketakutan itu membayangi sejak ayah meninggal saat usiaku 7 tahun. Dan semakin mendekati hari kelulusan sekolah dasar, ketakutan itu mulai menggerayangi mengingat aku kini hanya punya ibu sederhana yg awalnya tidak bkerja apa2. Namun berkat kegigihan beliau mncari krja kesana-kesini, ketakutan itu pun tidk trjadi. Dan ketakutan itu trulang kmbali ketika hari kelulusan sekolah menengah prtama akan tiba. Ibu seprtinya sudh sangt lelah bekrja, smntra anak lain sudah mndaftar ke sekolah sana-sini, aku malah terus mnerus brtanya pd ibu apakh aku bisa mlnjutkan sekolah?
Ketakutan itu tergilas oleh semngat ibu yg tiba2 mnggebu. Aku brhasil mlnjutkan sekolah menengah atas, dan luluh lantak sudah bayangan2 mengerikan itu. Aku bersyukur dan merasa sudah cukup dgn tingkatan sekolah yg kucecap, tp seolah takdir brkata lain, Tuhan pun membuka pikiranku untuk melnjutkan study k jenjang yg lebih tinggi. Setelah mngikuti sleksi ketat dan meyakinan ibu bhwa biaya kuliahku amatlah murah, akhirnya aku pun diizinkan menyecap kuliah d universitas negeri, dan alhamdulillah, kini aku sudah menamatkan strata 1 dan skrg masih menunggu ksmpatan untuk lanjut strata dua dgn beasiswa. Terima kasih.
Ketakutanku pada ketinggian hingga kini tak kunjung sirna meskipun sudah mati2an mengikuti berbagai extreme activity macam mendaki gunung dan panjat tebing.
Pada suatu masa di waktu yang lalu, aku pernah dipaksa untuk mengikuti satu cabang olah raga yang membutuhkan ketahanan mental untuk menjatuhkan diri dari ketinggian. Ke air sih jatuhnya. Namun karena ada unsur paksaan dalam mengikuti kegiatan ini, meskipun aku sanggup melakukannya, sejujurnya selalu ada derasnya peluh di dahi, tengkuk, bahkan di telapak tangan setiap kali aku melakukan aktivitas itu.
Hingga kini, setiap kali ada di ketinggian, entah itu di dalam gedung maupun di alam bebas, selalu saja telapak tanganku berkeringat saat memandang hamparan ketinggian yg ada di depan mata. Selalu berusaha mengingkari ketakutan ini. Selalu mengatakan pada diri sendiri bahwa aku tidak takut. Nyatanya sanggup melakukan berbagai petualangan extreme kan.
Tapi saat sedang sendiri dan berada di ketinggian, mau tak mau perasaan takut itu tak terelakkan. Andai dulu aku tak dipaksa spt itu, mungkin sekarang akan biasa saja rasanya. Mungkin tak akan ada telapak tangan basah keringat seperti saat ini saat sedang berada di ketinggian.
Nama : Uniek Kaswarganti
Twitter : @uniekkas
Email : uniek_s@yahoo.com
Nama :: Siti Elmanah
Email :: sitielmanah4@gmail.com
Twitter :: @Araharuu
Ketakutan aku yang terbesar adalah mengulang kesalahan yang sama dari masa lalu. Bersyukur banget aku udah lewatin masa itu, tapi yang namanya 'tindakan' kadang sulit di kontrol. Berharap banget, ga ada hari suram kaya gitu lagi nanti.
Nama:Arien Prakasari
Email:arinprakasari@yahoo.co.id
Twitter:@Arrinn_Kka
Ketakutan terbesarku di massa lalu adalah massa depan itu sendiri, karena aku belum tau apa yang akan terjadi serta rintangan yang tertuju padaku untuk mencapai massa depan. Aku takut gagal melewati itu semua dan Aku tidak tau apa yang harus aku lakukan agar dimassa depan aku berhasil tidak pernah menyesali lagi apa yang ada di massa lalu.
Rini Cipta Rahayu
@rinicipta
rinspiration95@gmail.com
Salah satu ketakutan terbesarku di masa lalu adalah takut merantau. Hmm, lebih tepatnya takut hidup mandiri sih. Semenjak diterima di Universitas di luar pulau, otomatis aku jadi anak rantauan. Sebelum memutuskan untuk mengambil kuliah disana, aku justru banyak mikir. Kebanyakan mikirnya tentang hal-hal negatif yang mungkin terjadi dan tentang kesanggupanku menghadapi kesulitan proses adaptasi yang mungkin akan aku hadapi. Anehnya lagi, hal itu baru terpikirkan setelah aku diterima bukan saat melakukan pendaftaran haha.. Kalau dari awal udah ragu kayaknya jalan hidupku nggak akan kayak sekarang!
Aku ini tipikal anak rumahan yang nggak pernah jauh-jauh dari keluarga. Pas SMA aja tetap bolak-balik walaupun jarak sekolah dan rumah 30 menit. Nah, karena kebiasaan bersama keluarga terus aku jadi ragu saat ambil keputusan besar ini. Awalnya sih emang susah adaptasi, homesick terus tapi seiring waktu ada kesibukan yang jadi pengalihan. Ketakutan-ketakutan itu syukurnya bisa aku atasi. Aku bisa bertahan, menjalani fase kehidupan yang mendewasakanku ini dengan cukup baik. Meskipun kadang masih keteteran terutama dalam hal makan dan bersih-bersih di kosan, tapi overall aku bisa menikmati kehidupanku. Aku bisa melawan rasa takutku dengan memberanikan diri keluar dari zona yang menyamankanku π
Hana Fathimah
@hanafathimah
sanranhana[at]gmail[dot]com
Ketakutan terbesarku di masa lalu adalah takut nggak bisa "fit in" di kelas. Aku takut nggak disukai sama temen-temen, jadi outcast di kelas, nggak bisa melebur dengan yang lain. Akhirnya aku ngikutin apa yang mereka mau, semisal jadi langganan ngasih contekan PR, ikut-ikutan fanatik sama geng tertentu, ikut-ikutan nonton acara tivi yang mereka tonton biar gak kudet, semata-mata biar aku nggak tersingkir.
Kalau ingat itu masih suka merinding..
Nama: Willy Akhdes Agusmayandra
Email: willyakhdes@gmail.com
Twitter: @willygeologist dan instagram: willyakhdes
Keteakutan terbesarku di masa lalu adalah takut tidak bisa beebesar hati untuk meninggalkan masa lalu dan menyenangi terjebak di dalamnya tanpa punya harapan dan impian di masa depan. Penyesalan adalah hal lumrah dalam hidup karena kita seringkali berbuat sesuatau yang di kemudian hari kita anggap sebagai kesalahan di masa lalu. Namun yang lebih penting adalah berdamai dengan segala rasa sesal dan ketakutan di masa lalu tersebut dengan berpikir bahwa mereka merupakan bagian dari jalan yang harus ditempuh guna mencapai suatu titik dimana kita di hari ini.
Heni Susanti | @hensus91 | henis_minozz@yahoo.com
βApa ketakutan terbesarmu di masa lalu?β
Ketakutanku di masa lalu yang masih berlanjut sampai sekarang adalah pertanyaan bagaimana masa depanku nanti?. Lulus SMP takut tidak bisa melanjutkan SMA karena melihat kondisi keluarga, lulus SMA takut tidak bisa kuliah karena gagal dapat beasiswa dan akhirnya ikut program kerja selama satu tahun. Setelah lulus dan ikut membantu di sekolah desaku sampai sekarang pertanyaan itu masih saja menghantui. Status sebagai guru/tenaga honorer di sekolah tidak membuatku tenang memikirkan masa depanku. Terutama karena riwayat pendidikanku yang tidak sesuai dan belum adanya biaya untuk kuliah dan mengambil jurusan yang sesuai dengan pekerjaan sekarang. Apakah aku akan disini terus? Apa yang bisa aku lakukan untuk mencerahkan masa depanku dan kedua orangtuaku? Bisakah aku menyejahterakan kehidupan orangtuaku di masa tua mereka setelah segala perjuangan yang mereka lakukan demi aku? Aku takut kalau jawaban dari semua hal itu adalah tidak. Naudzubillah
Semoga Allah memberi jalan terang untuk masa depanku. Aamiiin.
Nama: Fetreiscia Frida
Twitter: @fetreisciafrida
Email: fetreisciafrida@gmail.com
Ketakutanku terbesarku dulu adalah kalau ga bisa bareng2 lagi sama kembaranku. Makan bareng, tidur bareng, belajar bareng, main bareng, hangout bareng, dll. Maklum karena dulu itu teman main ku ya cuma kembaranku saja. Kemana2 selalu berdua. Soalnya kami tinggal di komplek perumahan yang tetangga kanan kiri nya jarang punya anak kecil. Jadi sudah seperti terdoktrin kalau kemana saja harus berdua, barengan terus. Dulu sempat takut kalau ga ada kembaranku bagaimana ya jadinya. Kalau uda ga bisa sama2 lagi gimana. Tapi seiring bertambahnya umur jadi paham, kalau ga bisa selamanya terus bareng2. Karena masing2 dari kami pasti nantinya akan memiliki hidup masing2. Akan berjalan melalui jalannya sendiri. Sebenarnya sampai sekarang masih kadang merasa takut. Apalagi dalam soal pelajaran. Aku kurang pandai mengikuti pelajaran, biasanya akan selalu diajari lagi sama kembaranku. Nah sebentar lagi kan kuliah kami harus mengambil penjurusan, dan ternyata minat kami berbeda. Aku takut kalau pisah sama dia aku jadi susah ngikutin pelajaran.
Jadi itu ketakutanku di masa lalu, waktu masih kecil. Dan yang lumayan sudah bisa kuatasi menjadi lebih baik untuk saat ini. Aku sudah mulai bisa menyadati dan menerima keadaan kalau kami tidak bisa terus berada bersama2. Ada waktunya kami akan melalui hidup yang milik kami saja.
Arie Pradianita | @APradianita | ariepradianita@gmail.com
Apa ketakutan terbesarmu saat masih kecil?
Takut ketika ditinggal mama pergi bekerja seharian?
Atau takut permenmu direbut oleh teman?
Atau jangan-jangan kamu takut untuk ke toilet saat lampu kamar sudah dimatikan?
Bisa jadi.
Waktu terus berputar, tak kenal lelah, tak pernah berhenti, dan apa ketakutanmu saat beranjak remaja?
Takut terhadap kekikukan yang terjadi pada cinta pertamamu?
Atau mungkin takut rambutmu diacak-acak oleh hembusan angin?
Atau bisa juga kamu takut jerawat di keningmu tak lekas hilang?
Mulai meninggalkan masa remaja, ketakutan-ketakutan lain bermunculan.
Ketakutan terhadap masa depan mungkin?
Terhadap akan menikah dengan siapa nantinya?
Berapa anak yang akan dipunya?
Berapa anggaran bulanan untuk membeli susu dan mainan anak-anak?
Semakin bertambah usia, level ketakutan yang hinggap pun semakin menanjak. Yang sewaktu kecil kita hanya menangis karena berebut boneka Barbie, sekarang menangis Karena patah hati, karena nilai ujian di bawah C, karena salah paham dengan sahabat sendirilah. Macam-macam.
Untuk seusiaku yang baru memasuki dekade ke-2 pun punya level sendiri atas ketakutan yang dirasakan.
Aku takut saat ujian berhadapan langsung dengan dokter.
Aku takut saat melihat hasil ujian yang baru saja ditempel di papan pengumuman.
Aku takut namaku dipanggil oleh dosen saat kuliah besar berlangsung.
Aku takut melihat orangtuaku sakit.
Aku takut melihat orang yang aku suka ternyata sudah bersama orang lain.
Aku takut ketika malam sudah larut tapi aku masih berada di jalan.
Oke, mungkin sampai pagi-pun tak cukup untukku menuliskan semua ketakutan-ketakutanku.
Tapi aku punya satu ketakutan terbesar.
Ya, aku takut kehilangan orangtuaku sebelum aku punya banyak alasan membuat mereka bangga.
Aku mau orangtuaku mendampingiku saat sumpah dokter nanti
Aku pun mau orangtuaku hadir di acara pernikahanku kelak
Aku juga ingin orangtuaku membantu mendidik anak-anakku suatu hari nanti
Aku ingin sekali mereka melihat aku menjadi dokter yang berguna di masa depan
Aku mau orangtuaku tersenyum lebar dan berkata βini anak kami. Kami bangga sekali punya anak seperti dia!β
Iya, aku mau sekali seperti ini.
Makanya Pak, Mah, sehat-sehaaaaaat ya.. sehat terus, panjang umur, dijaga pola makannya. Aku mau berusaha dan lagi berusaha bikin kalian bangga. Janji!! :")
nama : Dhita Ayu P
twitter : @dditayp
e-mail : pramudhitay21@gmail.com
"Apa ketakutan terbesarmu di masa lalu?"
Rasanya berat untuk saya pribadi berbagi hal ini. Ketika saya membaca pertanyaan itu, yg ada di benak saya adalah hari di mana saya masih ingin mengulang kejadiannya.
29 Ferbruari 2016, masih segar dlm ingatan saya meski dg susah payah saya mencoba melupakan kejadian itu. Memang karena kecerobohan saya sendiri lah yang malah mengilangkan benda ini. Sulit bagi saya menjelaskan kejadian runtutnya bahkan kini kepala saya berkedut. Kejadian ini berlangsung di lingkungan sekolah saya sendiri. Jarak saya meninggalkan benda itu dan teringat melupakan benda itu hanyalah 10menit, tapi ketika saya kembali ternyata sudah tidak ada. Saya laporkan hal ini ke guru-guru tapi respon mereka malah memarahi saya. Meskipun saya mengakui saya teledor tapi rasa kecewa tidak dapat ditutupi akan sikap mereka. Sampai bubaran sekolah akhirnya saya menunggu di kamar mandi yang bahkan setelah hari itu saya tidak pernah datangi lagi. Bodohnya, saya lebih mempercayakan hal ini kepada pihak sekolah bkn malah menceritakan hal ini kepada kedua orang tua saya. Perkataan kedua orang tua sayalah yg menjadi cambuk bagi saya, -mengapa saya tidak mempercayai merka-.
Keesokan harinyalah yang sangat berat bagi saya. Seharian saya murung karena rasa bersalah. Dengan bantuan teman, akhirnya benda tersebut bisa terlacak dan masih ada di lingkungan sekolah. Mungkin memang bukan rezeki saya, benda tsb tidak ditemukan. Saya bingung,di hati saya seolah ada yang berteriak jika saya salah berulang-ulang. Saking tidak nyaman dg perasaanini, dg bodohnya saya menyakiti fisik saya sendiri berharap mungkin rasa tidak nyaman yg ada di hati saya bisa teralihkan. Anggaplah saya gila, tapi hari itu memang saya merasakan banyak hal, rasa bersalah, rasa menyesal, rasa ingin menghakimi, rasa benci terhadap diri saya sendiri, dan rasa takut yang sampai sekarang masih membayangi hidup saya. Dg keadaan kacau balau saya dijemput dan ketika sampai di rumah saya mendengar isak tangis dari ibu saya. Pedihnya, ketika saya berkata jangan nangis, ibu saya malah berkata, "ngga, ngga nangis kok, cuma lagi flu aja." Saya tau, dia berbohong dan jika boleh jujur ini membuat saya semakin terperosok rasa takut.
Sebulan kemudian, terjadi rolling class, dan saya tidak menyangka jika kelas yang akan saya tempati tepat disebelah kamar mandi itu. Kamar mandi yg tidak pernah saya datangi lagi membuat badan saya gemetar. Berkali-kali mencoba utk biasa, tapi tetap saja ada rasa tidak nyaman ketika saya berdekatan dengan kamar mandi tsb.
Mungkin, orang-orang manyimpulkan jika saya "gila" karena kehilangan benda itu. Ya, memang saya sedih, tapi rasa itu kalah jauh dg berbagai perasaan terpendam dan rasa/akibat setelah kejadian itu. Orang lain akan berpendapat, "oh ayolah! masih banyak yang lebih menderita dari kamu!", tapi tolong jgn seperti itu. Percayalah, ketika muncul rasa penyesalan, takut, kecewa, yg ada hanyalah rasa sulit berdamai dg diri sendiri. Saya yg belum bisa berdamai dengan diri saya sendiri lah yg semakin lama menggerogoti, entah sampai kapan. Ketika badan saya bebas melakukan hal yg saya mau, tapi ketika saya sendiri rasa2 itulah yg perlahan muncul, ini lebih menkutkan dari pembunuhan, karena semakin lama saya merasa saya membunuh diri saya sendiri. Rasa tidak nyaman ini masih setia meski saya sudah berulang kali mengusirnya.
Sampai saat ini, saya amat sangat menginginkan melihat wajahnya. Sebagai pelajaran saja, jangan pernah lakukan hal ini kepada orang lain. Terima kasih sebelumnya karena meskipun saya terpuruk&kamu yang menghidupkan berbagai rasa yg saya pendam sebelumnya, terima kasih telah memberi pelajaran berharga bagi saya.
Oh iya, mungkin saya ingin menyimpulkan, jika katakutan saya adalah ketika saya mati saya masih belum bisa berdamai dengan diri saya sendiri; karena itu artinya hidup saya tidak bahagia.
Nama : Humaira
Akun Twitter : @RaaChoco
Email : humairabalfas5@gmail.com
"Apa ketakutan terbesarmu di masa lalu?"
Ketakutan terbesarku di masa lalu tapi masih berlangsung hingga sekarang dan juga untuk selamanya yaitu takut mengecewakan kedua orang tuaku. Takut membuat mereka sakit hati dan terluka atas perbuatanku yang sering kali tidak di pikir panjang akibatnya. Melihat mereka bersedih karenaku adalah sebuah mimpi buruk. Meski mereka tak pernah menunjukkannya sekalipun atas rasa kecewa dan terluka mereka. Tapi, tetap saja, aku pasti sadar diri jika telah melukainya. Tapi selalu saja terlambat, setelah terjadi aku baru menyadarinya.
Nama : Suwardi
Email : ivedvedi@gmail.com
Twitter : @ivedvedi
Kesalahan. Apakah orang hidup harus selalu benar, apakah seorang manusia yang pernah melakukan kesalahan fatal sekaligus layak untuk dibenci selamanya?
Hal yang paling mengerikan di dalam kehidupan ku ialah menulis status di sosial media. terutama facebook. Banyak orang yg membaca statusku beranggapan sebagai tulisan curhatan pribadi, padahal aku hanya melatih kemampuan menulisku. Pikirku, akan ada nantinya orang yang menilai tulisan ku. Nyatanya, di kehidupan nyata aku dimaki-maki. Di sekolah pun begitu. Padahal di dunia maya, ada yang memberi respon positif "wah, tulisan nya bagus.."
Tentu saja aku menanggung malu, pasalnya di setiap semua tulisan ku. Aku selalu menggunakan kata ganti aku.
Kesalahan itu merupakan hal yang sepele, tetapi akibatnya membuat hidupku makin bertele-tele, aku diceramahi kyiai desa. Bahkan aku disinggung bilamana saat pengajian desa. Mau ditaruh dimana muka saya, sungguh memalukan.
Sadari kesalahan sepele itu, ibu saya memberi semangat untuk tak berhenti menulis. Jadikan itu semua sebagai pembelajaran untuk menjadi orang yang jauh lebih baik.dari pada mereka yang mencaci maki saya. Toh, orang yang menghina belum tentu dia lebih baik dari pada yang dihina. Dari kejadian itu, saya menghabiskan waktu luang saya, untuk lebih banyak membaca buku dari pada membaca status Fb, lebih banyak menulis cerita serta puisi dari pada menulis sepenggal kisah atau puisi di Fb.
Nama : Ratnani Latifah
Twitter : @ratnaShinju2chi
E-mail : kazuhanael_ratna@yahoo.co.id
"Apa ketakutan terbesarmu di masa lalu?"
Ketakutan yang paling aku takuti adalah mendapatkan lagi kekejaman dari seorang teman di masa lalu. Pem-bully-an. Yah, aku takut jika nanti di sekolah yang lain, aku akan mendapat perlakuakn yang sama. dibully lagi. Oh, betapa itu hal sangat tidak menyenangkan dan menakutkan. Ketika dunia masa kecil harusnya dinikmati dengan kebahagiann, tapi aku tersesat dalam labirin ketakutan.
Aku sungguh tidak paham, kenapa aku diperlakukan seperti itu. Dan kejadian itu sungguh membekas dalam memori dan membuatku selalu ketakutan ketika harus menginjakkan kaki di sekolah. Andai bisa dulu aku ingin keluar dan pindah, tapi mengingat keadaan keluarga, tentu aku tidak bisa melakukannya selain harus sabar dengan segala perlakuan yang dilakukannya.
Aku berharap keluar dari sekolah dasar adalah kesempatanku untuk keluar dari labirin itu. Meski dalam sudut hati aku selalu ketakutan jika perlakuan seperti itu akan terulang lagi dan membunuh jiwaku perlahan-lahan. Untunglah harapanku itu bisa berwujud nyata, karena teman yang suka membully tidak satu sekolah. Tapi jujur, dalam satu sisi, aku masih belum bisa menghilangkan ketakutan itu hingga sekarang, bankan ketika kami bertemu lagi dewasa ini. Aku merasa tak nyaman dengan keberadaannya.
Hapudin
@adindilla
hapudincreative@gmail.com
https://twitter.com/adindilla/status/728066698134224896
Ketakutan terbesar di masa lalu?
Saya pernah takut banget sama darah yang banyak. Kejadiannya, saya waktu itu ikut Bapak ngunduh (petik) mangga. Bapak biasa menggunakan rombong (ember yang dibuat dari kulit bambu yang ditipiskan). Entah kenapa, Bapak tiba-tiba memanggil saya dan minta saya membeli plester. Dan saya sempat melihat ke atas. Saya melihat kaki Bapak bercucuran darah akibat teriris keranjang bambu tadi. darahnya menetes banyak banget ke tanah. Sejak itu saya tidak bisa melihat darah banyak. Bawaannya lemes. dan sebenarnya ketakutan akan darah ini bukan masa lalu saja, namun sampai sekarang. Saya jadi takut tidak bisa menemani istri melahirkan kelak. Katanya berdarah-darah juga. Hehehe π
Nama :Tika Wulandari
twitter : @wulanchayaank
email : wulanchayaank@gmail.com
ketakutan terbesar di masa lalu adalah saat aku dikucilkan teman temanku hanya karena kondisi ekonomi keluarga kami yg susah. ketakutan tidak memiliki teman. di rumah, di sekolah aku di kucilkan karena sejatinya teman temanku di rumah adalah otomatis temanku di sekolah juga. kami tinggal di kampung, kau tau rasanya? seperti di dunia ini kau hidup sendirian saja bahkan saat aku mendapat ranking satu di kelas beberapa teman malah mencibirku bukannya memberikan selamat. aku tak pantas mendapat juara.
teman, tanpa teman kita akan kesepian.
ketakutan terbesarku di masa lalu adalah aku di kucilkan dalam pergaulan.
Nama : ignasia ruvina
Email : ignasia_ruvina@yahoo.com
Twitter & Instagram : @ignasiaruvina
Jawaban : waktu pergi ke mall ketika masih kecil, pernah ngeliat lantai 1 dari ketinggian (lantai 3/4 gitu) dan karena saya anak yang suka berimajinasi, saya jadi kepikiran kalo misalnya saya jatuh dari ketinggian lalu meninggal. Saya pun mulai ketakutan dan bawaannya jadi mulai berkeringat dingin. Sampai sekarang kalo pergi ke mall dan naik ke lantai yang lebih dari lantai 3, bakal ngeluarin keringat dingin. Saya pikir saya phobia ketinggin
Nama: Dian Maharani
Twitter: @realdianmrani93
Email: dianmaharani833@yahoo.com
"Apa ketakutan terbesarmu di masa lalu?"
Ketakutan terbesarku di masa lalu adalah masa depanku kini. Bagaimana aku bisa mencari uang sendiri, bagaimana cara memasak, bagaimana mencuci baju sendiri, apakah aku masih bisa main masak-masakan, rumah-rumahan atau jual-jualan. Aku takut semua itu tidak bisa aku lakukan di masa depan. Aku tidak tau cara bagaimana melakukannya sehingga aku takut masa depanku yang terkesan akan sendiri. Tapi ternyata, dibalik itu semua ada proses. Ada pembelajaran yang akan dan harus aku jalani supaya aku tidak takut lagi. Mungkin karena aku belum melalui prosesnya di masa lalu sehingga aku takut akan masa depanku sendiri.
Nama : Alfiani Z F R
Akun twitter : @falfanyfitri
Email : alfiani.fitri901@gmail.com
Ketakutan terbesarku di masa lalu adalah, takut masuk SMA. Ini bukan takut biasa, dan bahkan tidak terdaftar dalam jenis fobia, kan? Tapi aku merasakannya. Benar adanya.
Calon SMAku waktu itu adalah sekolahku sekarang. Salah satu dari 35 sekolah negeri terbaik se-nasional. Ada rasa bangga, tapi juga takut saat mendengarnya pertama kali. Banyak pertanyaan yang meragu waktu itu. Bagaimana persaingan ketatnya? Bagaimana nilaimu nanti disana? Apa bisa bertahan? Atau keseret arus dan dianggap seolah tidak ada?
Aku sudah mendapatkan tiket masuknya dan tidak ada alasan untuk menolak sekolah favorit itu. Bisa-bisa aku dianggap orang tak tau untung. Atau apapun sejenisnya.
Jadilah aku tidak punya pilihan lain. Tentu saja harus melawan rasa takut itu yang pertama dan utama. Dan aku berhasil. Tidak buruk, peringkat lima pararel di semester satu. Bukti nyata bahwa aku berhasil mengalahkan takutku. Tidak ada terapi khusus untuk itu. Dan belakangan aku tau, aku hanya perlu menghadapi masa depanku.
Nama : Agatha Vonilia M.
Akun twitter : @Agatha_AVM
Email : agathavonilia@gmail.com
Aku paling takut kalau ketemu orang asing atau orang baru. Aku anaknya introvert banget dan mending milih diam di rumah daripada harus maen sama anak tetangga. Dibilang sombong, aku cuek aja. Pernah suatu kali berpapasan sama tetangga, aku malah nundukkin kepala dan tangan udah keringetan dingin yang mau nyapa. Kata mama sekali-kali gitu keluar rumah. Tapi, sekarang udah agak berkurang sih walaupun rasa malu selalu saja menjalar dan memengaruhi kemampuan bicaraku, mendadak bisu. Aku mencoba sebaik mungkin untuk menjadi sahabat yang baik dan tentu saja tetangga yang peduli. Menghilangkan cap sombong tadi padahal aku cuman serba salah dan takut aja kalau salah ngomong atau nggak nyambung omongannya. Mending menghindar, males juga kalau dicuekin.
Nama : anna shafiyyah
Email : Annashafiyyah@gmail.com
Instagram : @annashafiyyah
Ketakutan terbesarku di masa lalu adalah ditinggalkan orang yang saya sayangi, orang tua. Sebelum papa meninggal saya nda punya ketakutan apa-apa, saya berani melakukan semuanya karena Ada papa. Sekarang sudah 3tahun sejak kepergian papa, tapi ingatan tentangnya masih segar. Luka kehilangan itu masih belum beranjak dan tidak pernah hilang, entah sampai kapan. Sampai sekarang saya nda bisa terlalu dekat dengan orang karena takut kehilangan dan saya nda pernah absen telfon mama karena takut nda akan dengar suaranya seperti papa. kadang saya merasa kehilangan adalah proses pendewasaan diri, tapi trkadang saya juga merasa kehilangan adalah pemberian Tuhan yang tidak pernah adil. *kok jadi curhat ya saya* intinya, ketakutan terbesar saya di masa lalu adalah ditinggalkan, sampai sekarang.
nama : rifki
twitter : @rifki_jampang
email : bangrif@gmail.com
Ketakutan ini saya alami ketika saya duduk di bangku sekolah dasar. Saat libur panjang.
Liburan sekolah selepas pembagian buku raport kenaikan kelas harusnya menjadi masa-masa yang menyenangkan bagi anak-anak yang bersekolah. Bagaimana tidak, selama kurang lebih sebulan, tak perlu sekolah, tak ada PR, dan bisa main sepanjang hari.
Namun masa-masa menyenangkan tersebut kurang berpihak kepada saya. Bagi saya, masa-masa itu adalah masa yang menakutkan. Pasalnya, saya belum dikhitan. Sementara masa liburan biasanya dimanfaatkan teman-teman sebaya saya untuk dikhitan atau disunat. Sementara saya belum berani. Masih takut.
Jika liburan datang, maka saya mulai mendapatkan pertanyaan , "mau disunat nggak?" dari orang-orang di sekitar saya. Saya tak menjawab mau atau tidak. Saya hanya diam karena ketakutan. Bahkan terkadang saya menangis di kamar ketika mendapatkan pertanyaan tersebut. Untuk selanjutnya, selama beberapa hari saya tak bersemangat untuk melakukan apa-apa, termasuk bermain. Saya hanya tidur dan tiduran saja di dalam kamar.
Ketakutan tersebut saya alami hingga masa liburan kenaikan kelas lima. Entah dari mana datangnya, sebuah keberanian untuk dikhitan akhirnya menghampiri saya.
Akhirnya, saya dikhitan meski agar terlambat dibandingkan dengan teman-teman sepermainan. Sakitnya dikhitan yang saya takutkan ternyata tidak begitu terasa. Justru ketika waktunya perban dibuka, sakitnya luar biasa.
Nama : Rinita
Akun Twitter : @rinitavyy
Email : rinivir90@gmail.com
Ketakutan terbesarku adalah melihat kehilangan orang2 yang aku sayangi. Aku pernah mengalaminya tahun 2015 silam, kehilangan salah satu anggota keluargaku. Waktu itu aku masih sekolah. Ketika jam istirahat aku menyalakan ponsel, aku melihat banyak sekali penggilan masuk dari ibuku yg gak terjawab. awalnya aku bingung kenapa ibu menelepon banyak banget. belus sempat ku telepon balik, tiba2 ponselku bergetar, ada sebuah sms masuk. betapa kagetnya aku sampai ponselku jatuh membaca isi sms itu. aku langsung membereskan buku2ku dan berlaro parkiran, cepat2 mengambil motor dan mengendarainya pulang. Aku bahkan belum meminta surat izin, hanya langsung bilang minta izin pulang sama guru piket. Ia membiarkanku pulang, mungkin memaklumi kondisi. Dengan tergesa-gesa dan kecepatan yang aku gak peduli spidometer menunjukkan arah berapa, aku mengendarai motorku.
aku terngiang2 oleh sma itu terus menerus.
"Ta, pulang o, mbh kong meninggal"
Mungkin sejak saat itulah, ketika aku berada di sekolahan dan ada sms masuk atau telepon dari anggota keluargaku. aku langsung ketar-ketir mau membuka sms atau menerima telepon. Ada yang bilang aku terkena trauma kehilangan dan ketakutan untuk ditinggalkan. Sampai sekarang syndrom ketakutan ini belum mau menghilang juga. Selalu saja aku di dera rasa khawatir berlebihan..
Aku ingin banget rasa khawatir kehilangan dalam diriku ini bisa menghilang, aku merasa nggak enak kalo apa-apa salalu merasa khawatir terus.
Ketakutan terbesarku di masa lalu adalah MASA DEPANku saat itu. Aku takut dengan bagaimana aku menghadapi masa depanku. Apakah aku mampu menjadi lebih baik lagi dari saat itu? Misal, saat aku SMP, aku takut untuk memasuki masa SMA. Saat itu aku takut untuk menjalani kehidupanku yang tidak bersama teman-teman lagi, karena kami (aku dan teman-temanku semasa SMP) tidak akan sekelas lagi. Aku takut untuk beradaptasi lagi, aku takut untuk tidak memiliki teman, aku takut untuk tidak mampu menjadi teman yang baik bagi siapa saja. Aku takut sekali.
Akan tetapi…, aku tidak boleh takut lagi! Masa depan pasti akan menghampiri dan akan datang. Aku masih penakut terhadap masa depan, tetapi bedanya dengan aku yang dulu adalah aku yang sekarang selalu mencoba untuk tidak takut lagi dan aku akan selalu optimis.
Putri Prama A.
@putripramaa
anantaprama@yahoo.co.id
Apa ketakutan terbesarmu di masa lalu?"
Ketakutan terbesar di masa lalu adalah ketika satu masalah yang menjeratku membuat hidupku seakan mati dalam sekejab, pastinya tidak bisa saya jelaskan secara detail maaf tetapi sayaakan bercerita sedikit π
Masalah itu membuat ayahku direndahkan dimata keluarga teman yang mengianatiku alis menipuku yang masalah ini bersangkutan dengan hukum. Saya tak pernah membayangkan masalah sebesar ini ayah dan ibuku memaafkannku semenjak itu aku tak akan membiarkan lagi kehormatan kedua orang tua direndahkan. Memang mereka tak mampu sekolah tinggi tetapi saya sangat bangga dengan meraka karena mereka mampu menyekolahkan saya sampai detik ini. Itu menjadi pengalaman hidup yang tak akan pernah saya lupakan dan manjadikan pelajaran saya di masa depan. Ingatlah sekalipun teman tapi jangan pernah percaya sepenuhnya, sifat manusisa siapa yang tau?? sifat manusia itu bisa berubah kapan saja.
Suatu kehormatan bagiku bisa dibesarkan oleh mereka (Ayah Ibu)
Sriwahyuni
@sriwahyuni1010
sriwahyuni30018@gmail.com
Hello,
Ini adalah untuk memaklumkan kepada orang ramai bahawa Puan Jane Alison, pemberi pinjaman pinjaman peribadi mempunyai membuka peluang kewangan untuk semua orang yang memerlukan apa-apa bantuan kewangan. Kami memberi pinjaman pada kadar 2% kadar faedah kepada individu, syarikat dan syarikat-syarikat di bawah terma dan syarat yang jelas dan mudah difahami. hubungi hari ini kami melalui e-mel supaya kita boleh memberikan syarat-syarat pinjaman dan syarat-syarat kami di: (saintloanss@gmail.com)
Apakah Anda perlu pinjaman tanpa jaminan untuk mendirikan sebuah bisnis atau pinjaman untuk renovasi dan banyak lagi, pencarian tidak lebih, kami adalah perusahaan yang sah dan pada tingkat bunga rendah dari 2% dan bersedia untuk meminjamkan jumlah yang Anda ingin meminjam dan membuat tahun ini yang berhasil untuk Anda. Mohon mengisi data pinjaman ini di bawah ini dan menghubungi kami melalui email perusahaan kami: gloryloanfirm@gmail.com.
Nama lengkap: _______________
Negara: __________________
Sex: ______________________
Umur: ______________________
Jumlah Pinjaman Dibutuhkan: _______
Durasi Pinjaman: ____________
Tujuan pinjaman: _____________
Nomor ponsel: ________
Untuk informasi lebih lanjut silahkan hubungi kami sekarang melalui email: gloryloanfirm@gmail.com