“Ini
bukan cinta. Cinta tidak menunggu. Cinta tidak menyiksa dirinya sendiri dan
menunggu selama hampir setahun, dan tidak mendapat kabar apa – apa!” (Hal. 188)

Penulis:
Mertha Sanjaya
Penyunting:
Katrine Gabby Kusuma
Perancang
sampul: Deborah Amadis Mawa
Penata
Letak: Deborah Amadis Mawa
Penerbit:
Ice Cube
Cetakan:
Pertama, Agustus 2015
Jumlah
hal.: vi + 254 halaman
ISBN:
978-979-91-0906-4
“Mengapa
kau menari di sini?” tanya Kevin lantang. “Bukankah kau bisa menari di panggung
dan dapat uang lebih banyak?”
“Aku
tidak butuh uang. Aku hanya suka menari. Menari, menari, dan menunggu.”
Keputusan
sang ayah untuk pindah ke New York membawa angin segar dalam kehidupan Kevin
Huston. Di kota yang sibuk itu, dia bisa melupakan kenangan buruk akan ibunya
dan bisa memulai hidup baru tanpa ada yang tahu riwayatnya sebagai mantan
pasien di Pusat Rehabilitasi Mental Golden Sunshine (“Senyum, senyum, senyum
karena kau ada di Golden Sunshine!”). 
Kevin
berhasil menarik perhatian Carla Friday, gadis paling populer di sekolah dan
dia bisa berteman dengan siapa pun yang dia mau. Siapa pun kecuali Scarlett
Mendelshon, gadis penari yang ia temui di Battery Park. Berulang kali Kevin
mencoba mendekati Scarlett, tapi gadis itu tidak menggubrisnya, seolah pikirannya
berada di tempat lain. Tapi Kevin tidak mau menyerah. Karena ada sesuatu dari
gadis itu yang mengingatkannya pada kondisinya dahulu.
***
Kehidupan Kevin berubah
menjadi tragedi pada suatu malam. Ia pun harus melewatkan waktunya menjadi
pasien di sebuah panti rehabilitasi mental. Setelah itu hidupnya tidak pernah
sama lagi.
Hingga
akhirnya ayahnya, Joseph Huston, memutuskan untuk memulai hidup baru di sebuah
kota baru. Mereka pun pindah ke New York, meninggalkan Newport.
Kemudian
dimulailah sebuah kisah baru dalam hidup Kevin saat tanpa sengaja ia melihat
Scarlett yang sedang menari di Battery Park. Gadis itu menari dengan kostum
yang sama setiap hari. Gaun merah. Ditemani sebuah radio hitam kecil yang
mengalunkan musik klasik.
Tarian
baletnya memukau banyak penonton. Tarian Sang Penanti.
Sayangnya,
Scarlett tidak mudah didekati. Ada yang berbeda dalam diri gadis itu. Hingga
kemudian tanpa Kevin sadari, ia pun jatuh cinta pada Scarlett. Sayangnya
Scarlett terus berkata bahwa ia menunggu Henry. Scarlett sangat mencintai
Henry. Dan ia menari untuk menunggu Henry pulang.
Di
waktu yang sama Kevin tidak menyadari bahwa gadis paling populer di sekolahnya,
Carla, terlihat tertarik padanya. Namun ternyata ada sesuatu yang dirahasiakan
Carla dari Kevin dan ini ada hubungannya dengan Scarlett.
 
Bagaimana
akhir kisah Kevin?
***
Saya
cukup bersemangat mereview buku ini. Kenapa? Karena sekali lagi saya menemukan
seorang penulis yang karyanya sangat enak dinikmati.
Novel
ini adalah karya pertama Mertha Sanjaya, namun tulisannya tidak terasa sebagai
penulis pemula. Tulisannya sangat mengalir dan enak dibaca. Dan jika saya
disuguhkan novel ini tanpa informasi apapun tentang penulisnya, maka sejujurnya
saya akan berpikir ini adalah sebuah karya terjemahan.

Namun
jelas tidak ada karya yang sempurna. Dan ini sedikit pendapat saya. Di akhir
cerita, recovery Scarlett terlalu
cepat. Ini membuat saya sebagai pembaca merasa bahwa ini tidak sinkron dengan
lamanya penantian Scarlett. Tapi saya tidak bisa menjelaskan lebih jauh. Nanti
spoiler 😀
Selain
itu penggunaan nama “Joseph Huston” dan “ayah Kevin” yang berganti, agak
mengganggu. Ini karena saat membaca nama “Joseph”, pembaca harus kembali
mencerna untuk kemudian berpikir, “Oh, ini ayah Kevin.”
Ok,
secara keseluruhan novel ini sudah bagus. Deskripsi tempat tidak berlebihan
tapi juga tidak minim. Sampulnya pun mencerminkan isi cerita, meski kalau belum
baca hanya bisa menebak – nebak, “Ini maksudnya apa ya?”. 😀
Good
job, Mertha Sanjaya. Saya tunggu karya berikutnya ya 😀
“Cinta
tahu siapa yang sedang menderita. Biarkan hatimu yang memberitahumu apa yang
harus kau lakukan. Jika kamu memang menyukainya, cobalah rajut persahabatan
yang erat dengannya dulu, sebelum melangkah kejauhan. Intinya, cobalah bicara
lagi padanya.” (Hal. 195)