Penulis: Dila Putri
Editor: eNHa
Proofreader: Gita Romadhona
Penata Letak: Nopianto Ricaesar
Desain Sampul: Jeffri Fernando
Penerbit: Gagas Media
Cetakan: pertama, 2012
Jumlah hal.: viii + 212 halaman
ISBN: 979-780-468-2
Aku
punya cerita.

Tentang seseorang yang menghabiskan separuh hidupnya mencari cinta. Menelusuri
ke segala arah, bertanya ke semua orang. Dan, pada suatu masa, orang itu mulai
merasa lelah. Mulai pesimis. Apakah semustahil itu cinta hadir untuk dirinya?

Saat itulah cinta datang. Sungguh-sungguh menghampirinya, benar-benar berdiri
di hadapannya. Namun, tahukah kau apa yang dia lakukan kemudian? Berjalan
menjauh. Dan, melanjutkan pencariannya lagi.

Aku punya cerita.

Tentang orang yang terlalu banyak berharap. Tentang sebuah kekeraskepalaan.
Tentang aku dan lelakiku. Tentang cerita yang tak kunjung lengkap

***
Novel ini
bercerita tentang Danisa, perempuan berusia 23 tahun yang bekerja sebagai  guru di sebuah international pre-school sekaligus seorang penerjemah freelance. Ia juga senang melukis tapi
hanya sebatas hobby. Ia dan kekasihnya, Bimo sudah dua tahun bersama. Namun
belum membicarakan tentang pernikahan. Bukan berarti Danisa ingin segera
menikah. Namun ia juga ingin punya gambaran jelas tentang masa depannya.
Bimo adalah
seorang wartawan, dan pekerjaannya itu membuat Danisa harus memiliki kesabaran
ekstra karena sering kali Bimo mendadak membatalkan janji karena tuntutan
pekerjaan. Selain itu, terkadang Bimo “menitipkan” Danisa kepada
sahabat-sahabatnya, Erik dan Aryo.
Erik sudah lama
dikenal oleh Danisa. Sedangkan Aryo baru dikenal oleh Danisa meskipun dia sudah
lama tahu bahwa Aryo dan Bimo sudah lama bersahabat. Aryo adalah seorang
pelukis, ini membuat Danisa nyaman untuk bertanya dan belajar banyak hal
tentang dunia melukis. Bimo pun sering mempercayakan Danisa pada Aryo.
Hingga suatu
hari Bimo membawa kabar bahwa ia harus pindah ke Nottingham demi pekerjaan
barunya. Ini membawa hubungan Danisa dan Bimo ke fase baru, Long Distance Relationship (LDR).

Awalnya Danisa berusaha sendiri untuk menghadapi kondisi baru tersebut. Namun
akhirnya dia butuh teman berbagi. Aryo dan Eriklah pilihannya.

Danisa lebih
dekat dengan Aryo karena ada kesamaan hobby. Namun akhirnya kedekatan mereka
ternyata berujung ke hal lain. Bimo pulang dan memina Arya menjauhi Danisa.
Hubungan persahabatan Aryo dan Bimo pun retak. Di sisi lain Danisa masih terus
penasaran pada sosok Airin, mantan istri Aryo. Dan ia pun pada akhirnya mulai
bingung pada isi hatinya sendiri. Apakah ia masih mencintai Bimo atau ia
menyukai Aryo?
***
Hm..buku ini
sebenarnya sudah saya miliki sejak awal tahun 2013. Buku ini adalah kado ulang
tahun yang datang terlambat dari sahabatku, Ika Kurniasi. Saya pun sudah
menamatkannya tidak lama setelah buku tersebut saya terima pada Januari 2013.
Namun karena sempat dipinjam oleh ibu kos-ku tersayang, akhirnya baru sekarang
saya bisa mereview-nya.
Novel ini adalah
novel yang juga mengangkat dunia melukis sebagai salah satu bagian latar
ceritanya. Meskipun dimensi itu tidak sekuat yang ada di novel Roma. Mengambil
setting cerita di Bandung, maka cerita ini terasa lebih dekat bagi saya.
Dari segi
konflik memang menarik karena melibatkan sahabat kekasih. Selain itu kehadiran
sosok Airin yang membuat Danisa penasaran pun ikut membuat saya penasaran.
Namun ternyata tidak ada hal yang terlalu spesial dari konflik yang dibawa oleh
tokoh ini selain kebetulan bahwa perempuan ini adalah ibu dari salah satu murid
favoritnya.
Akhir cerita
cukup diluar perkiraan saya. Saya tidak menduga mereka akan membuat sebauh
kesalahan besar yang akhirnya membuat Danisa semakin bingung dan tidak tahu
harus melakukan apa. Ia sulit untuk kembali bersama bimo dan ia pun dibenci
oleh Aryo.
Hm.. dari segi
konflik cerita tidak terlalu “wah”, namun pengemasannya sudah cukup baik dan
alurnya juga menarik untuk terus diikuti. Selain itu covernya pun menarik.
Jadi, saya memberi nilai 8 untuk novel ini (^_^)v
***
Quote:
“Waktu tidak pernah terasa berlalu,
tahu-tahu kita telah melihat punggung waktu dan berusaha mengejarnya agar bisa
melihat wajahnya.”
(hal. 53)
“To me faith means not worrying” by John
Dewey (hal. 65)
“Saat mata bertemu mata, maka seluruh dunia
tidak akan terlihat” by Kahlil Gibran
(hal. 240)