“Terkadang
saat mencari cinta yang sempurna, kita tidak menyadari sebenarnya ada cinta
yang luar biasa yang ada di dekat kita. Cinta yang tidak kenal kata
kedaluwarsa.” (Hal. 268)

Penulis: Ria N Badaria
Editor: Astheria
Melliza
Sampul dikerjakan oleh:
Marcel A. W.
Penerbit: Gramedia
Pustaka Utama
Cetakan: Pertama, 2016
Jumlah hal.: 272
halaman
ISBN: 978-602-02-2867-6
Bagi
Liana Hanjaya, jatuh cinta sama mudahnya seperti berganti model rambut. Dia
terlalu mudah dan terlalu sering jatuh cinta pada… laki-laki yang salah.
Lelaki
terbaru yang membuat Liana terpesona adalah Dimas, kopilot di maskapai
penerbangan ternama. Kali ini, Liana yakin Dimas akan menjadi pria sempurna
dalam kisah cinta sempurna seperti yang selalu ditulis Liana dalam novel-novel
larisnya.
Namun,
fantasi Liana terganjal oleh Rinto, sahabat masa kecil yang juga menjadi
sahabat terbaiknya. Semakin dekat Liana dengan Dimas, semakin Rinto menunjukkan
ketidaksukaannya dan meyakinkan Liana bahwa Dimas juga termasuk lelaki yang
salah. Dan di saat yang sama, untuk pertama kalinya, Liana menyadari keberadaan
Rinto lebih dari sekadar sahabat.
***
“Perasaan
cinta bisa hadir di mana saja, kapan saja dan pada siapa saja, termasuk pada
sahabat.” (Hal. 41)
Novel
ini bercerita tentang persahabatan antara Liana dan Rinto. Dua orang yang
saling mengenal dengan sangat baik sejak kecil. Persahabatan orang tua mereka
membuat mereka bersahabat. Bahkan kini apartemen mereka bersebelahan. Membuat
Liana yang kadang dirundung frustasi –karena harus menghadapi upaya perjodohan
demi perjodohan yang dilakukan ibunya– bisa menerobos masuk ke apartemen Rinto
untuk curhat. Pada suatu titik, rasa frustasi ini membuat Liana mengatakan
sesuatu yang absurd. Ia meminta Rinto menikahinya jika saat usianya 30 tahun ia
belum kunjung menemukan Mr. Right-nya.
Lalu
suatu hari, kehadiran Dimas, seorang kopilot yang juga sahabat Rinto hadir
dalam kehidupan Liana. Sebuah insiden membuat keduanya berkenalan hingga
akhirnya menjadi dekat. Kedekatan mereka ini mengganggu Rinto. Rinto berkali-kali
berusaha meyakinkan Liana bahwa Dimas bukanlah pria yang tepat. Hingga suatu
hari Rinto pun tidak tahan lagi dan mengungkapkan perasaan yang selama ini ia
pendam untuk Liana. Bisakah Liana menerima hal tersebut? Bagaimana akhir kisah
persahabatan mereka? Bagaimana dengan hubungan Dimas dan Liana?

“Karena
bukan hal menyenangkan harus menerima kedatangan orang baru di lingkup yang
sebelumnya hanya ada kalian berdua.” (Hal. 85)
***
“Apa
laki-laki di dunia ini tidak ada satu pun yang mengerti  ada kalanya wanita hanya ingin didengarkan
tanpa harus mendengar kritik yang menyakiti.” (Hal. 112)
Novel
Forever with You karya Ria N. Badaria
ini hadir membawa sebuah tema yang sudah cukup sering dijadikan tema novel romance. Tentang hubungan persahabatan
laki-laki dan perempuan yang berujung dengan cinta. Namun penulis mencoba
mengetengahkannya dengan cara yang berbeda. Dengan lebih dewasa.
Pemilihan
profesi tokoh-tokohnya pun ikut memberi warna dalam cerita ini. Liana,
perempuan yang berprofesi sebagai novelis bersahabat dengan Rinto seorang
fotografer profesional. Pekerjaan Liana membuatnya berfantasi tentang cinta
yang manis. Sedangkan Rinto digambarkan sebagai orang yang sering dikelilingi
perempuan cantik. Yang jadwal pekerjaannya bisa membuatnya menghilang selama
beberapa minggu.
Chemistry
setiap tokoh terbangun dengan baik. Mulai dari hubungan Liana dengan Rinto,
hubungan Liana dengan ibunya dan ibu Rinto. Pun dengan hubungan Dimas dengan
Rinto dapat digambarkan dengan pas. Tidak dekat namun tidak benar-benar jauh.
Konfliknya
sendiri awalnya memang menarik. Liana yang sebentar lagi berusia 30 tahun
semakin sering dibuat stress oleh tekanan keluarga besarnya untuk segera
menikah. Kehadiran Dimas menjadi penyelamat. Namun di waktu yang sama
persahabatannya retak. Oiya, kehadiran Sheryl pun menambah warna dalam cerita
meski sosok ini kurang dieksplor dan dimanfaatkan dalam cerita.
Sayangnya
di bab-bab terakhir, kebingungan Liana seolah berputar-putar di hal yang sama.
Ia tidak mau kehilangan Rinto, tapi juga tidak bisa menerima perubahan dalam
hubungan mereka. Ia tidak bisa menerima kenyataan bahwa Rinto mencintainya.
Namun di saat yang sama ia pun mulai tidak bisa memahami hatinya sendiri. Ia
berputar dalam kebimbangannya sendiri antara Dimas dan Rinto. Bagian ini terasa
sedikit dipanjang-panjangkan. Namun syukurlah endingnya sangat manis.
Oiya,
salah satu bagian favoritku adalah pembuka cerita yang menganalogikan usia
perempuan dengan kue Natal.
“Usia
wanita bisa dianalogikan dengan kue Natal, kue yang biasanya memiliki harga
tinggi di tanggal 22, 23, 24, dan 25 Desember, atau sebelum hari Natal tiba
karena kebanyakan permintaan kue menjelang hari Natal. Akan tetapi setelah
tanggal 25 harga kue Natal mengalami penurunan, seiring berkurangnya minat
terhadap kue itu setelah perayaan Natal berlalu, bahkan nyaris tidak ada
peminatnya setelah menginjak tanggal 30. Seperti itulah usia wanita jika
disamakan dengan kue Natal, daya tarik mereka akan berkurang seiring
bertambahnya usia.” (Hal. 9)
Bagaimana?
Menarikkan pernyataan itu? He..he.. tapi memang itu kan realitas di masyarakat
Indonesia. Perempuan yang menikah di usia 25 tahun dianggap ideal. Namun jika
semakin mendekati usia 30 tahun belum ada tanda-tanda ia akan segera menikah, maka
ini membuat semua orang disekitarnya sibuk. Minimal sibuk bertanya.
Novel
ini cukup menarik. Interaksi Liana dan Rinto terutama di bagian awal terasa
sangat natural. Membuat novel ini enak dibaca.
***
 
“Jangan
berubah terlalu banyak demi seseorang.” … “Kalau orang itu tulus cinta sama
lu, dia akan menerima lu apa adanya, bukan nerima lu setelah lu berubah.” (Hal.
173)
***
“Jangan
membuat dirimu tidak nyaman hanya untuk menjadi seperti orang lain. Karena kamu
yang apa adanya yang telah membuatku jatuh cinta.” (Hal. 191)
“Aku
akan membiarkannya bahagia dengan pilihannya. Jika dia tidak memilih cintaku,
aku akan berhenti membebaninya. Aku tidak ingin menyakitinya dan diriku sendiri
dengan memaksa tetap berada di sisinya, walalupun aku tidak pernah ingin meninggalkannya.”
(Hal. 216)
“….
Yang gue cari selama ini cuma perasaan tulus seseorang yang gue cintai dan
mencintai gue, ….” (Hal. 242)
“Jika
kita mencintai seseorang dengan tulus, maka akan selalu ada kata maaf untuk
semua kesalahan yang dia lakukan, karena akan lebih baik menerima kembali cinta
yang pernah menyakiti itu dan mencoba meraih bahagia dengan cinta yang sama,
ketimbang melepaskan cinta itu untuk lebih menyakiti diri.” (Hal. 267)