“…,
seharusnya kita tidak menjadi predator satu sama lain. Kehidupan yang telah
kami lampaui membuat kami seharusnya banyak belajar.” (hal. 236)

Penulis: Riawani Elyta & Syila Fatar
Penyunting: Dyah Utami
Penyelaras akhir: Dedik Priyanto
Perancang sampul: Fahmi Fauzi
Ilustrator: Fahmi Fauzi
Penata Letak: Tri Indah Marty
Penerbit: Moka Media
Cetakan: Pertama, 2014
Jumlah hal.: vi + 296 halaman
ISBN: 979-795-874-4
Ia
datang untuk mengungkap masa lalu.
Areta bukanlah gadis biasa.
Ia terobsesi pada fosil manusia purba Pithecanthropus erectus hingga suatu hari
ia menemukan bahwa manusia purba itu belum punah.
Hanya
untuk menemukan….
Penyelidikan Areta membawanya ke Trinil,
Jawa Timur. Ia berusaha mencari kebenaran dan mengungkapkan rahasia yang
disimpan neneknya. Namun rasa ingin tahu justru membawanya pada petualangan
yang paling berbahaya.
Bahwa
mereka datang untuk menghancurkan masa depan.
Bangsa Pithe bukan hanya kembali ke bumi.
Mereka datang dengan misi untuk menguasai bumi dan menciptakan generasi baru di
bumi, meski untuk itu manusia harus tersingkir dan punah.
Areta tak punya pilihan lain kecuali
berjuang mati-matian. Karena sekarang, ini bukan hanya tentang nyawanya.
Ini tentang masa depan planet bumi.
***
Alkisah, ada
seorang remaja perempuan yang memiliki kegilaan yang berbeda dari anak-anak
seusianya. Saat remaja lain sibuk dengan dilema tentang cinta, idola, sekolah
dan hal-hal semacam itu, gadis itu malah terobsesi pada tulang. Lebih tepatnya
fosil, khususnya lagi fosil manusia purba Pithecanthropus
erectus
.
Ketertarikannya
kian berkembang saat berhasil mengenal salah seorang keturunan Eugene Dubois
yang bernama Harry Dubois. Areta jadi mengetahui lebih banyak perkembangan
tentang penelitian terkait Pithecanthropus
erectus.
Hingga muncullah sebuah hasil penelitian dari ayah Harry yang
menyampaikan bahwa Pithecanthropus
erectus
adalah alien. Ini karena ada temuan tengkorak bayi Pithecanthropus erectus yang usianya
masih belum cukup tua.
Dan demi
menjawab penasaran itu, Areta datang ke rumah neneknya di Trinil. Hubungan
orang tuanya dengan sang nenek yang notabene adalah ibu dari ayah Areta
sebenarnya cukup buruk. Orang tua Areta sendiri menentang keinginan gadis itu
berlibur ke rumah neneknya. Namun dengan keras kepala Areta menolak mendengar
larangan tersebut. Dan kelak dari sanalah semua bermula.

Areta mendapati
bahwa neneknya menjadi salah satu kunci yang menghubungkan Areta dengan dunia
para Pithecanthropus erectus.
Neneknyalah yang menjaga gerbang yang menghubungkan bumi dengan negeri Pithe, sebutan Areta bagi sosok yang
menculiknya. Ya, Areta dibawa oleh sebuah sosok yang secara fisik mirip dengan
sosok rekaan Pithecanthropus erectus yang
dibuat oleh para ilmuwan berdasarkan struktur tulang yang mereka temukan. Oleh
makhluk tersebut, Areta dibawa ke sebuah dimensi yang lain di dalamnya penuh
dengan sosok Pithe. Ternyata yang
membawa Areta adalah raja Pithe yang
bernama Blark. Di negeri inilah petualangan Areta menarik diikuti. Teknologi
para Pithe ini digambarkan sangat
modern. Jauh melampaui teknologi yang berhasil dikembangkan manusia. Namun di
sana, Areta juga mendapati bahwa bangsa Pithe ini tengah merencanakan berbagai
hal besar yang bisa menghancurkan umat manusia. Selain itu, Areta mendapati
bahwa para Pithe bertahan hidup dari Nera
yang mereka ambil dari tubuh manusia. Areta membayangkan ada berapa banyak
manusia yang telah mereka ambil Nera-nya.
Setelah itu pertarungan
Areta berlajut. Ia harus melakukan pelarian yang berbahaya dan membawa serta
semua perempuan yang juga diculik seperti dirinya.
***
Kali ini saya kembali
mencicipi genre baru. Seingat saya ini adalah buku pertama bergenre science fiction yang saya review di buku
ini. Dan serunya adalah saya membaca karya putri-putri Indonesia #tsaaahh. Dan
lebih menarik lagi cerita ini karena dihubungkan dengan sejarah manusia purba
di Indonesia.
Selain itu,
deskripsi yang dibuat dalam menggambarkan kehidupan dan teknologi yang dimiliki
oleh bangsa Pithe pun terdeskripsi
dengan jelas tanpa sempat membuat bosan. Ide tentang  keberadaan Nera
sebagai sebuah analogi yang secara jelas menunjukkan nilai kehidupan bahwa kita
pada dasarnya membutuhkan pihak lain. Namun di waktu yang sama dengan terus
mengisap Nera dari manusia, maka Pithe akan terus menerus mengorbankan
jiwa-jiwa manusia yang tidak mengerti apapun.
Petualangan
Areta dalam membuat rencana pelarian dan menyelamatkan perempuan-perempuan Homo sapiens seperti dirinya.
Perempuan-perempuan yang “dipaksa” mengandung janin Pithecanthropus erectus *ugh..membayangkannya saja sudah membuat
mual*, Di sini, karakter dibuat berkembang dengan sangat baik oleh penulisnya.
Areta, remaja perempuan yang sangat serius dan terkesan anti sosial akhirnya
mulai berubah menjadi lebih dewasa dan bisa merasakan kehangatan hidup
berkelompok. Ini membawa perubahan pada kemampuan Areta bersosialisasi.
Closing cerita pun menjadi twist tersendiri. Kehadiran sosok Mala,
perempuan Homo sapiens yang membantu
Areta membuat rencana pelarian dan kehadiran seorang ‘pengkhianat’ dari
kelompok Pithe yang juga ikut
membantu Areta menyusun rencana kembali ke bumi pun tidak terduga oleh saya.
Hm..secara
kesuluruhan ide ini menarik sekaligus “Indonesia
banget”
-lah. Kalau buku pelajaran sejarah bisa seseru ini saya rela banyak-banyak belajar sejarah 😀
Namun ada
pertanyaan yang masih membuat saya perasaan. Kok bisa nenek Areta bisa selamat
dan terus tinggal di Bumi? Bukankah ceritanya, nenek tersebut sempat menikah
dengan pangenran negeri Pithe?
Hm..hanya itu
saja sih pertanyaan saya 😀
Terima kasih
untuk bacaannya yang menarik (^_^)v
potongan puisi yang terinspirasi oleh buku ini