“Someone
you love has at least one secret that would break your heart.” (Hal. 185)
Penulis:
Rhein Fathia
Penyunting:
Pratiwi Utami
Perancang
Sampul: Wahyudi
Pemeriksa
aksara: Septi Ws
Penata
Aksara: gabriel_sih
Foto
sampul: iStock
Penerbit:
Bentang
Cetakan:
Pertama, Maret 2015
Jumlah
hal.: iv + 284 halaman
ISBN:
978-602-291-089-3
Kupandangi
kamu dengan wajah memelas. Berharap kamu mau menyingkap apa yang sedang kita
alami sekarang. Kamu tetap pada pendirianmu, bungkam. Pura-pura tak ada hal besar
yang baru saja terjadi.

Bagaimana mungkin semua baik-baik saja? Di hari pertunangan kita, segerombolan
orang menyerbu rumah. Tembakkan diletuskan. Peluru. Jeritan orang-orang. Dan,
kamu membawaku kabur masih dengan kebaya impian yang kini terasa menyiksa
dipakai di saat yang tak sepantasnya.
Hari yang seharusnya bahagia, menjelma tegang dan penuh tanya. Kenapa kita
harus lari? Belum cukupkah aku mengenalmu sejauh ini?

Aku tak siap menyambut kenyataan. Tak siap jika harus kehilangan. Tak kuat
menahan rasa takut yang berkepanjangan.

***

“…
Kebanyakan pria menganggap wanita hanya sebagai makhluk yang ditakdirkan untuk
ditaklukkan, bukan untuk dilindungi. Materi sebanyak apa pun tidak akan
memenuhi ‘rasa terlindungi’ yang wanita butuhkan.” (Hal. 133)

Cerita
dibuka dengan prolog yang cukup menegangkan. Dengan setting tempat adalah di
kedalama laut. sepuluh meter di bawah permukaan laut. Setelah itu cerita
berlanjut ke Chapter pertama dengan setting suasana adalah perasaan tegang
tokoh perempuan di tengah berlangsungnya proses lamaran.
Ini
jelas membuat pembaca bertanya-tanya, apa hubungannya kedua adegan ini. Tidak
lama, adegan lamaran yang manis dan membahagiakan segera berganti dengan
ketegangan. Ada penyerangan di rumah Kara, tokoh perempuan dalam novel ini.
Seketika seluruh tamu serta keluarga Kara dan Zeno pun panik.

Zeno
sendiri dengan sigap melindungi Kara. Memaksa Kara berganti pakaian kemudian
membawa Kara pergi bersamanya. Setelah itu adegan pelarian Kara dan Zeno dari
kelompok yang menyerang acara lamaran mereka pun berlanjut.
Pada
moment ini Kara menyadari bahwa ia ternyata tidak mengenal dengan baik
laki-laki yang sudah masuk di kehidupannya 1,5 tahun yang lalu itu. Laki-laki
yang akan segera menjadi suaminya itu ternyata menyimpan sebuah rahasia.
Rahasia yang bertentangan dengan satu prinsip besar dalam hidup Kara. Ia tidak
ingin menjalin hubungan apalagi menikah dengan pria yang memiliki pekerjaan
mengancam nyawa setiap saat.
Kara
memiliki trauma masa lalu yang membuatnya memutuskan hal itu. Trauma ini
kemudian muncul kembali setelah apa yang terjadi di rumahnya saat lamaran serta
semua kejadian yang terjadi setelahnya.
Selain
itu, siapa sebenarnya yang mengejar-ngejar mereka? Benarkah ini karena Zeno
telah membunuh seseorang? Masih bisakah Kara mempercayai Zeno? Setelah
mengetahui apa yang disembunyikan Zeno, masih bisakah Kara mempercayai Zeno
lagi?
Setelah
itu, tidak hanya nyawa Kara dan Zeno yang terancam. Hubungan mereka pun ada di
ujung tanduk. Sanggupkah Kara melepaskan prinsipnya itu demi perasaan cintanya
pada Zeno?

“Jangan
menyesali apa yang sudah terjadi, tapi syukuri apa yang pernah kita alami.”
(Hal. 243)

***

“Cinta.
Satu hal yang masih sulit Garin mengerti mengapa satu kata itu bisa
menjungkirbalikkan kehidupan seseorang.” (Hal. 138)

Saat
melihat sampul buku Gloomy Gift saya merasa tipe sampul ini mengikuti sampul
yang biasa digunakan oleh novel dewasa. Tapi ternyata tidak mengandung konten
dewasa sedikit pun. Selain itu, saat melihat sampulnya saya yakin menemukan
adegan laga. Ya dan  memang ada adegan
laga di beberapa bagiannya. Scene ala
detektif dan penyelidik pun ada.
Tapi
ada ide nih, bagaimana kalau sampul bukunya dibuat dalam bentuk ilustrasi aja. Adegan
saat Kara dan Zeno lari dari kejaran para penjahat itu menarik deh kalau
dijadikan sampul. Kan seru tuh, dan sudah pasti menjanjikan bahwa kisah romance
akan mendominasi.

“Sometimes,
someday means “I know it will never happen”. (Hal. 139)

Saya
suka dengan tokoh-tokoh yang diciptakan oleh Rhein. Terutama Furky. Semua tim
SYL karakternya menarik. Begitupun karakter ibu Kara. Saya suka sosok Zeno yang
diciptakan Rhein Fathia. He..he.. Zeno ini tipe cowok yang bikin perempuan
menoleh dua kali. Apalagi Zeno tipe laki-laki yang perhatian dan manis dalam
bertutur. Kan jadinya iri. Mau donk (calon) suami kayak gitu juga.
Selain
itu, cerita kejar-kejaran yang dilakukan juga seru. Twist cerita juga menarik.
Ada salah seorang anggota SYL yang jadi pengkhianat? Ini tidak terduga.
Tapi
secara keseluruhan saya suka dengan romansa yang ditampilkan. Penokohan penjahatnya
pun dijelaskan secara psikologi. Jadi motifnya clear. Sayangnya, trauma yang diceritakan dimiliki oleh Kara ternyata
tidak sejelas itu. Saat mengetahui trauma tersebut, saya tetap berpikir itu
kurang kuat. Saya pikir Kara meyaksikan hal yang lebih parah ternyata tidak.
Ini membuat alasan trauma yang sering-sering disebut sejak awal jadi melemah.
Selain,
di bagian awal, pagi hari setelah Zeno dan Kara melarikan diri setelah
penyerangan di acara lamaran mereka, ada bagian yang cukup mengganggu. Yaitu
repetisi yang dilakukan dengan alasan Kara berusaha mereka ulang apa yang
terjadi. Ini tidak perlu. Sebab pembaca sudah membaca keseluruhan cerita
sebelumnya. Selain itu, penggunaan sudut pandang orang ketiga membuat hal ini
tidak begitu perlu dilakukan.
Terakhir,
ending cerita yang manis, entah kenapa masih kurang mampu membuat pembaca
terharu. Seharusnya setelah semua yang mereka alami, keputusan yang sempat Kara
ambil bisa membuat keadaan terasa lebih menyedihkan. Tapi rasanya eksplorasi
emosinya masih kurang mampu menghanyutkan pembaca.
Tapi,
diluar kekurangan itu, cerita ini tetap menarik untuk dibaca. Cara Rhein Fathia
bercerita sangat mengalir. Membuat pembaca bisa menikmati setiap bagian cerita.

“Ada
ungkapan yang menyatakan, Bandung is not a place, it’s a feeling.” (Hal.157)

Pssst..ungkapan
di atas ngena banget bagi mereka yang
tinggal atau pernah tinggal di Bandung. Untuk yang satu ini, saya menjadi
pendukung utamamu, Mbak (^_^)

“Menikah
sekaligus menghabiskan seluruh hidupmu bersama sosok yang kamu cintai dan balas
mencintaimu sama besarnya. Apa yang lebih indah dari itu?”(Hal 41)

***
Puisi
yang terinpirasi Novel Gloomy Gift
https://igcdn-photos-d-a.akamaihd.net/hphotos-ak-xaf1/t51.2885-15/11098495_1428392144138307_1001672022_n.jpg
posted on my instagram
Ah,
cinta


Sudah
berapa logika yang dibelokkannya?


Ah,
logika


Seberapa
seringkah ia berseteru dengan rasa?


Dan,
rasa


Berapa
banyak tangis yang telah kau tumpahkan?


Kadang,
perang yang paling sulit didamaikan adalah perang dalam diri sendiri


Saat
otak harus berseteru dengan hati
 ***

 “…,
kendali pria atas wanita bukan terletak pada jabatan atau uang yang lebih
besar. Tapi, pada bagaimana si pria agar si wanita tidak bisa menyembunyikan
apa pun darinya.” (Hal. 253)