“Tapi
gue capek jadi figuran di kisah cinta gue sendiri. Kenapa harus jadi nomor dua?
Kenapa nggak bisa cuma ada aku dan kamu? Bukan aku, kamu, dan kenangan?” (Hal.
84)


Penulis: Lala, Purwono,
Triani Retno, Icha Ayu, dkk
Editor: Herlina P. Dewi
Desain sampul: Teguh
Santosa
Layout: DeeJe
Proofreader: Tikah
Kumala
Penerbit: Stiletto Book
Cetakan: I, Juni 2013
Jumlah hal.: vii + 168
halaman
ISBN: 978-602-7572-15-7
Karena
Setiap Perjalanan Menyimpan Cerita
Setiap
perjalanan menyimpan cerita: kepedihan, kekecewaan, kehangatan, ataupun
kebahagiaan. Begitulah kisah-kisah yang terangkum dalam buku ini. Mereka
meninggalkan rumah untuk mencari kepastian, mencari cinta, menemukan jati diri,
atau bahkan untuk kabur dari hiruk pikuknya hidup.
Beberapa
perempuan menempuh jarak dan waktu, demi cinta. Di sudut Jakarta, Lina harus
menabung keberanian untuk kembali pulang dengan sekoper kesedihan. Sementara
Clara menemukan dirinya kembali ke negeri antah-berantah. Perempuan lainnya
sibuk membuang masa lalu dan mulai mengoleksi kepingan-kepingan masa depan.
Kisah-kisah
dalam buku ini akan mengantarkanmu menjelajah waktu dan menelusuri kenangan,
karena setiap perjalanan menyimpan cerita.
***

“Menjadi
seorang ibu bukan melulu perkara hamil dan melahirkan. Tanpa harus berdiam di
rahimnya, aku tahu dialah ibu yang dipilihkan Tuhan untukku.” (Hal. 1)

Buku
Ladies’
Journey
ini adalah sebuah kumpulan cerita yang ditulis oleh 13 orang
penulis berbeda. Tulisannya berupa cerita pendek yang mengandung setting
tentang sebuah perjalanan. Perjalanannya ini tidak melulu tentang sebuah
perjalanan liburan tapi juga termasuk perjalanan pulang. Pulang dari mengelana,
pulang untuk mengobati luka.
Bukankah
hidup itu sendiri adalah sebuah perjalanan?
Dari
13 kisah yang terdapat di dalam buku ini, ada dua cerita yang lebih berkesan
bagi saya. Pertama adalah tulisan Eva Sri Rahayu yang berjudul “Perjalanan
Kenangan”. Cerpen ini bercerita tentang tokoh utamanya yang enggan untuk
menjalin hubungan dengan laki-laki yang memiliki kenangan. Sebab ia tidak mau
jika harus bersaing dengan kenangan. Itu jauh lebih sulit daripada bersaing
dengan seseorang yang nyata.

“Lo
tahu, kadang gue berpikir, apa yang kalian cintai itu adalah kenangan bersama
cewek lo, bukan orangnya. Itu hanya karena cinta lo dulu mungkin nggak
tersampaikan, atau nggak selesai dan kalian keburu pisah.” (Hal. 88)

Itu
adalah kutipan yang muncul dalam cerita ini. Pertanyaannya, adakah seseorang
yang tidak memiliki kenangan? Bisa saja ia memang tidak pernah memiliki pacar
seumur hidupnya, namuun bukan berarti ia tidak pernya menyukai orang lain
sebelumnya. Bukankah hal itu pun adalah sebuah kenangan? Inilah yang membuat
cerita ini menarik. Pembaca jadi bertanya-tanya tentang akhir cerita. Adakah
laki-laki semacam itu? Laki-laki yang tidak memiliki kenangan.
Cerita
kedua yang menarik bagi saya adalah tulisan Lala Purwono yang berjudul “I am
Leaving”. Cerita ini lebih menceritakan tentang perjalanan pulang. Bagaimana
kadang manusia dihadapkan pada satu-satunya pilihan yang ia punya, pulang!
Bercerita
tentang tokoh bernama Lina yang berusia 34 tahun. Ia tengah berada di titik
terbawah kehidupannya. Tidak punya masa depan, tidak punya uang dan hanya
memiliki hati yang telah pecah berkeping-keping. Keputusan untuk meninggalkan
rumah demi mengejar cinta ternyata berujung pada malapetaka. Ia menyerahkan
hatinya pada orang yang salah. Suami orang. Dan kini saat semuanya kacau dan ia
tidak lagi memiliki apapun ia pun memutuskan pulang. Kembali kepada orang yang
selalu menunggunya dengan setia, Ibu. Ya, pelukan seorang ibu akan selalu
menjadi tempat pulang paling nyaman.
Masih
ada 11 cerita lainnya di dalam buku ini dengan warna dan tema yang berbeda.
Menurutmu, perjelanan semacam apa yang akan meninggalkan kesan paling kuat
bagimu, Readers?

“Setiap
kelahiran pastilah membawa misi penting. Seperti umumnya manusia, lahir untuk
memikirkan dan memimpin dunia. Paling tidak untuk nasib dan kepentingannya
sendiri. Alangkah buruknya kelahiran tanpa misi. Kelahiran celaka yang tak
pernah diharapkan.” (Hal. 53)

***

“Dan
sekarang aku tahu, mematuhi perintah tanpa kehendak hati hanya akan menyiksa
diri.” (Hal. 59)

Membaca
kumpulan cerita selalu memberi sensasi yang berbeda dari membaca novella hingga
novel. Apalagi jika kumpulan cerita tersebut ditulis oleh sejumlah orang bukan
hanya satu orang. Kenapa? Karena biasanya buku semacam ini akan memberikan
banyak warna. Sebab tidak ada dua orang yang akan menulis dengan gaya yang sama
persis. Setiap penulis punya ke-khasannya sendiri.

Hal
inilah yang akan ditemukan di dalam kumpulan cerita Ladies’ Journey ini. Ada
penulis yang menulis dengan warna kesuraman yang pekat seperti dalam cerita “Zelmania” karya Tikah Kumala, namun
ada juga yang menulis dengan kesan ceria yang kuat seperti dalam “Jodoh
dari Hongkong”
karya Judith Hutapea.
Hal
lain yang terasa adalah gaya bercerita setiap penulis yang berbeda. Kita akan
menemukan tulisan yang ditulis sepenuhnya dalam bentuk narasi tanpa dialog
seperti karya Ririe Rengganis dalam “Pulang untuk Cinta”; tapi ada juga
karya yang Lala Purwono yang berjudul “I am Leaving” yang didominasi oleh
percakapan; atau bahkan 11 karya lain yang porsi antara narasi dan dialognya
berimbang.
Keuntungan
dari membaca kumpulan cerita adalah selera berbagai pembaca bisa terakomodir.
Meskipun pembaca juga jadinya membaca cerita yang tidak sesuai dengan
seleranya. Ini hal yang saya alami. Tidak semua kisah dalam Ladies’
Journey
 ini saya sukai. Tapi di
situlah tantangannya. Saya harus menikmati semua yang ditawarkannya kan?
Oiya,
di halaman 128 dalam cerita Pulang untuk Cinta karya Ririe
Rengganis ada sebuah tulisan yang manis tentang cinta. Dan saya cukup
menyukainya. Tapi karena tulisannya cukup panjang tidak perlu saya tuliskan di
sini ya. Lebih baik jika dibaca sendiri secara langsung, Readers.. he..he..
Nah,
itu dia sedikit ulasan dari saya untuk buku kumpulan cerpen ini.

“Lo
tahu nggak, saat lo ngerasa nggak berarti buat seseorang, sebenarnya ada orang
lain yang menganggap lo tuh too good to be true. Sayangnya lo mungkin nggak
pernah tahu.” (Hal. 88)

***
Kumpulan Quote dalam Ladies’ Journey
“Vie,
mencintai butuh keberanian merasakan patah hati. Tidak mencintai pun butuh
keberanian hidup bersama sepi.” (Hal. 90-91)
“Life
is a gamble. You play to win, oftentimes you lose, but doesn’t mean you are a
loser. You’re just unlucky.” (Hal 93)
“…
hanya mereka yang benar-benar mencintai yang tidak akan pernah pergi.” (Hal.
104)
“Being
in a total control of others and having no choice are suck;…” (Hal. 115)
“Always
remember that you ALWAYS have a full control of yourself for everything, but
you only have to learn to take risks dan bertanggung jawab atas pilihan yang
kamu ambil.” (Hal. 117)
“Kamu
tidak akan membuat orang-orang di sekelilingmu bahagia kalau kamu tidak merasa
nyaman dengan hidupmu sendiri. Jadi, bukan egois namanya kalau kamu memilih
jalan hidup yang kamu inginkan.” (Hal. 117)
“Terkadang
kesetiaan itu ibarat kapal. Ada jadwalnya sendiri kapan harus berlabuh dan
pergi.” (Hal. 153)