“Oh,
well, sometimes you have to lower your expectation so that you won’t get
disappointed” (hal. 29) – Yummy Tummy Marriage by Nurilla Iryani
Sumber di sini |
Saya
sempat menjadi tim First Reader dari sebuah penerbit yang banyak menerbitkan
buku-buku romance. Cukup besar namanya di Indonesia. Dan saya memang sering
membaca buku-buku terbitan mereka. Suatu hari saya menjadi bagian dari Tim
First Reader yang mereka bentuk di Bandung. Ini menjadi sebuah pengalaman
menarik bagi saya.
sempat menjadi tim First Reader dari sebuah penerbit yang banyak menerbitkan
buku-buku romance. Cukup besar namanya di Indonesia. Dan saya memang sering
membaca buku-buku terbitan mereka. Suatu hari saya menjadi bagian dari Tim
First Reader yang mereka bentuk di Bandung. Ini menjadi sebuah pengalaman
menarik bagi saya.
Suatu
hari mereka pernah bertanya apa yang membuat saya tertarik dengan sebuah buku.
Apa pendapat saya tentang promosi buku yang dilakukan oleh penerbit?
hari mereka pernah bertanya apa yang membuat saya tertarik dengan sebuah buku.
Apa pendapat saya tentang promosi buku yang dilakukan oleh penerbit?
Jawaban
saya kurang lebih mengungkapkan bahwa ketika sebuah buku dipromosikan terlalu
berlebihan maka saya akan langsung kehilangan minat untuk membelinya. Kenapa?
Karena dari seluruh pengalaman saya, buku-buku ini tidak semenakjubkan yang
mereka gembar-gemborkan. Jadi
daripada digigit kecewa, maka lebih aman jika tidak membiarkan diri termakan
oleh promosi tersebut.
saya kurang lebih mengungkapkan bahwa ketika sebuah buku dipromosikan terlalu
berlebihan maka saya akan langsung kehilangan minat untuk membelinya. Kenapa?
Karena dari seluruh pengalaman saya, buku-buku ini tidak semenakjubkan yang
mereka gembar-gemborkan. Jadi
daripada digigit kecewa, maka lebih aman jika tidak membiarkan diri termakan
oleh promosi tersebut.
Bahkan
sering kali saya mendapati bahwa ada sejumlah buku yang tanpa promosi yang
heboh ternyata menampilkan kualitas yang menarik. Sebut saja salah satunya
novel karya seorang penulis muda Yosephine Monica dalam novel People
Like Us terbitan Penerbit Haru. Ada sebuah kualitas yang menarik dari
karyanya ini.
sering kali saya mendapati bahwa ada sejumlah buku yang tanpa promosi yang
heboh ternyata menampilkan kualitas yang menarik. Sebut saja salah satunya
novel karya seorang penulis muda Yosephine Monica dalam novel People
Like Us terbitan Penerbit Haru. Ada sebuah kualitas yang menarik dari
karyanya ini.
Hal
yang sebaliknya terjadi pada buku Laskar Pelangi karangan Andrea Hirata atau
novel Casual Vacancy karya JK Rowling. Semua promosi bombastis yang dilakukan
oleh penerbit ternyata tidak menjamin kualitasnya. Ini membuat saya selalu
merasa jengah pada promosi yang berlebihan yang dilakukan. Sebab itu seperti mengajak
pembaca membangun ekspekstasi yang besar pada sebuah buku dan kemudian dibuat
sangat kecewa. Rasanya akan lebih baik
jika tidak memiliki ekspektasi itu, kekecewaannya mungkin tidak akan mendalam.
yang sebaliknya terjadi pada buku Laskar Pelangi karangan Andrea Hirata atau
novel Casual Vacancy karya JK Rowling. Semua promosi bombastis yang dilakukan
oleh penerbit ternyata tidak menjamin kualitasnya. Ini membuat saya selalu
merasa jengah pada promosi yang berlebihan yang dilakukan. Sebab itu seperti mengajak
pembaca membangun ekspekstasi yang besar pada sebuah buku dan kemudian dibuat
sangat kecewa. Rasanya akan lebih baik
jika tidak memiliki ekspektasi itu, kekecewaannya mungkin tidak akan mendalam.
Selain
itu, semakin hari selama menjadi blogger buku saya mendapati bahwa lebih
menarik membaca buku tanpa membangun ekspektasi apapun sebelumnya. Itu akan
membuat saya tetap objektif membaca buku tersebut. Saya jadi mampu melihat
kelebihan dan kekurangannya tanpa prasangka. Sayangnya jika menyangkut nama
besar seorang penulis, maka ekspektasi ini sulit dihilangkan. Tapi di luar itu,
saya selalu berusaha untuk sebisa mungkin menikmati bacaan saya tanpa harapan
yang muluk tentang buku tersebut. Ini biasanya membuat saya selalu bisa
memaklumi kekurangan sebuah buku dan juga terkadang membuat saya merasa kagum
pada sebuah buku tanpa perlu dipengaruhi oleh pendapat orang lain. (^_^)v
itu, semakin hari selama menjadi blogger buku saya mendapati bahwa lebih
menarik membaca buku tanpa membangun ekspektasi apapun sebelumnya. Itu akan
membuat saya tetap objektif membaca buku tersebut. Saya jadi mampu melihat
kelebihan dan kekurangannya tanpa prasangka. Sayangnya jika menyangkut nama
besar seorang penulis, maka ekspektasi ini sulit dihilangkan. Tapi di luar itu,
saya selalu berusaha untuk sebisa mungkin menikmati bacaan saya tanpa harapan
yang muluk tentang buku tersebut. Ini biasanya membuat saya selalu bisa
memaklumi kekurangan sebuah buku dan juga terkadang membuat saya merasa kagum
pada sebuah buku tanpa perlu dipengaruhi oleh pendapat orang lain. (^_^)v
He..he..
itu pendapat saya. Apa pendapat kamu??
itu pendapat saya. Apa pendapat kamu??
Wah kalau saya seringnya malah sering terpengaruh ekspektasi orang Mbak -_- Tapi kalo masih promosi, biasanya saya lihat-lihat dulu, cocok nggak sama 'selera' saya hehe.
He..he..iya, kadang kepengaruh sama reviewn BBIers yang lain kan?? Ha..ha..
Dan memang tetap saja kuncinya di selera (^_^)
Kadang, terlalu berekspetasi yang 'wah' terhadap sebuah buku seringkali berujung kecewa sih 😐
Beberapa kali ngalamin, dan itu menjengkelkan sekali. Huft.
Iya, kadang lebih aman kalau bisa mengontrol harapan untuk sebuah buku yang ingin dibaca. biar gak patah hati.
Selera subjektif aja sih menurutku, Tria. Aku suka banget Laskar Pelangi.
Iya, mbak Eno. Selera memang subjektif. Tapi kadang promosi dari penerbit malah menggiring opini pembaca ke harapan tertentu. Ini yang tidak begitu saya sukai. Karena pelung patah hatinya jadi besar. (>_<)
Sebagai penikmat buku, saya hanya bisa berharap agar penerbit selalu menjaga agar "kacamata"-nya selalu baik, sebelum memutuskan menerbitkan sebuah buku. Sehingga promosi bombastis pun akan layak dengan kualitas karya tertentu. Kalo gitu, setuju kan, Tria? ^_^
setujuuuuuuu..
Biar gak ngerasa tertipu 😀
Aku ingat pendapat teh Atria ini pas acara itu, kalau teh Atria gak terlalu suka buku yang promosinya heboh ini. Paling berkesan menurutku. Soale, sampai sekarang saya juga jadi nyadar, beberapa buku kalau terlalu digembar-gemborkan akan membuat ekspektasi tinggi. Sesudah itu kalau pas udah baca gak cocok, turun deh penilaiannya.
Tapi menurutku sih balik lagi ke selera masing-masing orang ^^
Iya, kuncinya memang di selera. Tapi juga sebaiknya Penerbit tidak usah terlalu berlebihan melakuakn promosi. Dan jangan memberi blurb yang menipuuu (>_<)
Salam kenal mbak Atria. saya setuju dengan opini Mbak Atria. Mungkin ada baiknya level ekspektasi kita pas baca di 0 kan. Biar nanti pas baca kesannya gimana. 🙂
Salam kenal Mas Steven Sitongan (^_^)
Iya, saya pikir juga lebih baik begitu
Ekspektasi akan muncul bila kita mengenal karya-karya pengarangnya.
Kalau hanya mendasarkan pada berita promosi meski itu besar, bagi saya sih tidak berpengaruh.
Contohnya, sampai sekarang saya belum pernah membaca Harry Potter yang tersohor itu 🙂
Iyam Bang. Ekspektasi semacam ini yang susah dilepaskan kalau sudah jatuh cinta pada karya tertentu kemudian berharap dibuat jatuh cinta lagi, tapi ternyata bukunya dianggap gak sebagus yang sebelumnya (^_^)
Ha..ha.. sini aku pinjemin Harry Potter-nya 😀
kadang aku terjebak dengan promosi loh mbak…
Iya. Promosi sebenarnya perlu, tapi sebaiknya jangan terlalu berlebihan. Karena ya itu, yang membeli buku karena promosi rasanya akan sangat kecewa jika isi buku kualitas dan isinya jauh berbeda dengan yg dipromosikan (^_^)