“Aku
selalu bersyukur bisa hidup satu hari lagi. Mereka yang tidak lagi bangun pada
pagi ini adalah mereka yang tidak cukup beruntung untuk bisa menghabiskan waktu
sehari lagi bersama orang-orang yang mereka cintai.” ( Hal. 16)
Penulis
Alexia Chen
Penyunting:
Shalahuddin Gh
Pemindari
Aksara: Muhammad Bagus SM
Penata
Letak: Sihar M Panggabean
Pembuat
Sampul: Iksaka Banu
Penerbit:
Javanica
Cetakan:
I, November 2014
Jumlah
hal.: 551 halaman
ISBN:
978-602-70105-4-3
“Kenyataan
bahwa aku bukan lagi menjadi bagian dari dunia ini nyaris menghancurkanku.
Jiwaku perlahan rusak oleh dendam dan amarah, hingga gadis itu muncul dan
menemukanku.”
“Apa
yang akan kau lakukan jika kau ternyata melihat sesuatu yang sebenarnya tidak
nyata? Seperti misalnya, sesosok hantu berparas tampan? Bagaimana reaksimu
seandainya kau terlambat menyadari bahwa kau telah jatuh terlalu dalam untuk
bisa menemukan jalan kembali? Manakah yang lebih bijaksana, mengarungi neraka
demi sebuah akhir bahagia ataukah menyerah dengan melepaskan? Apa yang akan kau
lakukan jika kau jadi aku?”
***


Kau harus berpikir menggunakan akal sehatmu, bukan hatimu.” (hal. 422)

Aleeta
Jones, perempuan berdarah Amerika – Indonesia yang cenderung menutup diri
karena merasa dirinya berbeda. Sejak kecil Aleeta diperlakukan berbeda karena
secara fisik mendapatkan warisan gen dari ayahnya yang berdarah Amerika. Ia
sering kali mendapat sebutan “bule” dan disapa dengan bahasa Inggris. Ini
membuat gadis bermata biru itu merasa tidak nyaman. Ia padahal lahir dan besar
di Indonesia namun ia merasa bahwa ia bukanlah bagian dari lingkunga tempatnya
berada. 

Hari-harinya
sangat biasa. Menjadi penjaga rumah yang hanya ditinggali berdua dengan
adiknya, Chlea Jones, karena kedua orang tuanya terlalu sibuk mengurusi bisnis
mereka di Amerika. Mengikuti kuliah bersama satu-satunya sahabat yang ia
miliki, Senna. Menyimpan kekaguman pada Ben, sepupu Senna yang juga seorang
bintang basket. Setiap hari ia hanya menjalani rutinitas yang sama dan mencoba
untuk tidak tampil mencolok. Hingga suatu hari semua hal itu berubah.

Ia
dikuntit oleh seorang (atau sebuah?) roh. Roh lelaki tampan bernama Nakano
Yuto. Sejak itu, hidup Aleeta jungkir balik. Menurut pengakuan Yuto, ia datang
karena dipanggil oleh Aleeta. Hanya Aleeta yang bisa melihat, mendengar (dan
belakangan bisa menyentuh) Yuto. Yuto adalah roh yang masih punya beberapa hal
yang belum tuntas untuk ia kerjakan di bumi.
Yuto
meninggal karena dibunuh. Ini membuatnya ingin menemukan orang-orang yang telah
membunuhnya. Selain itu ia masih ingin mencari adiknya, Hiro, yang pergi dari
rumah. Itulah sebabnya ia pun memaksa (dan memenipulasi) Aleeta untuk mau membantunya.
Sejak
itu petualangan pun datang ke dalam hidup Aleeta. Gadis itu harus pergi ke
Bandung dan menemui keluarga Yuto yang sebelumnya tidak ia kenal. Mengaku
menjadi kekasih Yuto. Kemudian mengambil foto dan sejumlah dokumen yang diminta
oleh Yuto.
Namun
ternyata dokumen yang ia bawa membuat kesalamatan Aleeta terancam. Orang-orang
yang membunuh Yuto kini mengejarnya. Mereka berhasil membobol tempat Aleeta
menginap di Bandung dan bahkan mengobrak-abrik rumah Aleeta di Jakarta demi mencari
dokumen itu.
Di
saat yang sama, Aleeta harus menemukan jejak Hiro yang ternyata adalah saudara
kembar Yuto. Ia dan Yuto mengejarnya hingga ke Semarang. Namun kembali
kehilangan jejak. 
Selama
itu, Yuto selalu ada di sisi Aleeta. Memerintah, menjadi kawan bertengkar dan
menjadi pelindung bagi gadis itu. Dan perlahan tapi pasti kedekatan mereka
melahirkan cinta dalam diri keduanya. Namun tidak ada masa depan untuk apapun
yang terbangun di antara mereka. Lantas apa yang harus Aleeta lakukan?
“Saat
kau mencintai seseorang, kau tidak bisa hanya merasa suka padanya. Kau memerlukan
sesuatu yang lebih dalam, yang lebih kuat. Jika kau benar-benar mencintai
seseorang, kau akan merasa seluruh duni ini hanyalah milik kalian berdua. Kau
tidak akan mencintainya karena kecantikan yang dimilikinya, bukan pula karena
matanya yang indah ataupun cara jalannya yang unik. … kau akan selalu
merindukannya jika dia jauh darimu. Matamu tidak bisa lepas darinya.” ( Hal.
385 -386)
***
Awalnya
saat belum membuka selembar pun, saya berpikir buku ini adalah buku terjemahan.
Ini karena sampulnya yang terkesan simple seperti halnya buku-buku terjemahan;
nama penulis yang tidak “berwarna” Indonesia; serta penerbit yang masih asing
bagi saya. Namun ternyata saya salah, saudara-saudara *getok kepala sendiri*.
Syukurlah praduga yang jelas salah ini segera diluruskan di 5 halaman pertama
(^_^)v
Saat
membaca bab pertama saya segera menemukan bahwa tokohnya memang berciri fisik
khas kaukasoid namun dengan setting tempat kota Jakarta. Sayangnya,
tempat-tempat yang dideskripsikan ada di Jakarta tidak familiar dan terkesan
semu. Begitupun dengan deskripsi kota Bandung. Tempat yang disebutkan
benar-benar sulit dibayangkan. Tanpa nama jalan tanpa keterangan berarti. Satu-satunya
setting tempat yang nyata adalah Chiampelas Walk. Entah karena apa. Tapi
rasanya aneh menemukan sebuah setting nyata setelah saya pasrah dan memaklumi
bahwa setting tempat yang menjadi rumah Yuto di Bandung benar-benar semu. Saya
yang berdomisili di Bandung sebenarnya sempat greget dengan berpikir kenapa
tidak menyebut-nyebut saja flyover
Pasopati yang sering dilintasi oleh mereka yang datang dari Jakarta dan keluar
dari tol Pasteur. Kenapa deskripsi semacam itu tidak disebutkan saja sebelum
tiba-tiba menyebutkan secara gamblang sebuah tempat yang cukup dikenal di
Bandung? Kan jadinya nanggung.
Tapi
untuk deskripsi tempat dan benda, penulis sangat jeli dan manis
menggambarkannya. Rumah Yuto yan bak istana berhasil digambarkan dengan sangat
baik oleh penulis. Menunjukkan bahwa keluarga Yuto memang golongan kelas atas
yang bahkan melebihi kekayaan orang tua Aleeta yang punya perusahaan di
Amerika.
Setelah
itu saya pun tenggelam saat membaca petualangan Aleeta di Bandung. Bagaimana ia
harus berakting menjadi orang terdekat Yuto. Bagaimana ia mulai memahami
sedikit demi sedikit tentang pria itu. Yang membuat saya tercengang adalah
pengalaman Aleeta selama dua hari satu malam ternyata diceritakan dalam 10 bab,
tepatnya 180 halaman. Wow!!
Kemudian
di bab 13 dan 14 saya dibuat kesal dengan Aleeta yang agak telat berpikir.
Bagaimana bisa ia tidak menyadari bahwa dialah yang menjadi target gerombolan
jahat itu? Terutama saat tahu bahwa merekalah yang membunuh Yuto. Padahal
gerembolan tersebut muncul di hotel tempat ia menginap. Jelas bukan kebetulan
kan? Selain itu, ia masih sempat-sempatnya membahas tentang kenapa hanya
suaranya yang bisa didengar oleh Yuto padahal saat itu ia telah mengetahui
bahwa dirinyalah yang menjadi target pembunuhan yang direncanakan oleh para
pembunuh Yuto.
Tapi
di luar itu semua, penulis berhasil menjaga tempo cerita dengan baik. Porsi
antara romance dan ketegangan
seimbang. Pengejaran Aleeta untuk membuka siapa pembunuh Yuto dan orang yang
berperan di baliknya pun cukup menegangkan. Pembaca tidak sempat merasa bosan
karena di beberapa bagian dinaikkan intensitas ketegangannya kemudian di bagian
lain diberi suguhan cerita percintaan yang menyakitkan. 
Sayangnya
emosi di dalam cerita belum cukup terasa. Ini cukup disayangkan karena penulis
sudah menggunakan sudut pandang orang pertama dari kedua sisi, Aleeta dan Yuto.
Hal ini karena kebingungan keduanya atas perasaan dan hubungan mereka lebih
banyak digambarkan muncul dalam perbedebatan kepala mereka bukan perasaan
mereka. Eksplorasi tentang apa yang berkecamuk di benak mereka masih nanggung.
Masih kurang sedih (^_^) *yup, saya pecinta romance yang sedih-sedih*
Selain
itu, akhir cerita terasa anti klimaks karena datangnya telpon dari ibu Aleeta
yang menjelaskan beberapa hal yang menurut saya memang sebaiknya dibiarkan saja
pembaca yang menebaknya. Selain itu, pengungkapan pembunuh Yuto rasanya terlalu
cepat. Masih ada 5 bab sebelum akhirnya cerita berakhir. Saya sempat
bertanya-tanya untuk apa lagi 147 halaman yang tersisa? Ternyata lebih banyak
membahas hubungan Yuto dan Aleeta. Tentang pilihan yang tersedia bagi hubungan
mereka.
Secara
keseluruhan, cerita di dalam novel ini enak dinikmati. Bagi yang tidak suka
baca horor (seperti saya) tidak usah takut. Tidak ada kehororan yang membuat
bulu kuduk merinding. Yang ada adalah kisah cinta dan misteri.
***
posted at http://instagram.com/atriasartika/
#Puisi inspired
by
#book A Girl Who
Loves A Ghost karya Alexia Chen terbitan Javanica




Apakah
jarak terjauh dalam sebuah jalinan kasih?


Bukan
hitungan kilometer


Bukan
pula luas dan dalamnya samudera


Melainkan
saat tak kan lagi kau temukan tawanya dalam harimu


Sebab
tak ada teknologi apapun yang membantumu menemukan hadirnya


Itulah
saat doa menjadi satu-satunya cara bagimu tuk menyapanya