“Aku belajar sejak kecil bahwa
teman adalah hal yang berbahaya bagi seseorang di posisiku.” (Hal. 12)


Penulis
Andry Setiawan

Penyunting:
Yooki

Proofreader:
Seplia

Design
cover: Chyntia Yanetha

Penerbit:  Inari

Cetakan:
Pertama, Oktober 2015

Jumlah
hal.: 124 halaman

ISBN:
978-602-71505-2-2

Para pembaca.

Berikut fakta singkat tentang
diriku:

1.      Namaku Lana Wijaya

2.      Ibuku suka memukul dan menyiksaku
bahkan dengan kesalahan sekecil apa pun. Seperti ketika aku lupa membeli obat
nyamuk.

3.      Aku punya tetangga baru, cowok
cakep yang tinggal di sebelah rumah.

4.      Kehadiran cowok cakep tidak
mengubah kenyataan bahwa aku sering pergi ke sekolah dengan bekas memar di
sekujur tubuhku.

5.      Doakan aku supaya bisa lulus SMA
secepat mungkin dan pergi di rumah sialan ini.

Buku
ini adalah buku harianku. Aku tidak akan merahasiakannya dan membiarkan kalian
untuk membaca kisah hidupku yang tidak terlalu sederhana ini. Mungkin sedikit
aneh, tapi aku harap kalian bisa belajar dari aku.

***

“Prinsipku,
kalau ingin menyembunyikan sesuatu, lebih baik sembunyikan benda itu di tempat
yang tidak diduga orang.” (Hal. 7)
Novel ini bercerita tentang
kehidupan seorang gadis remaja bernama Lana. Kehidupannya setiap hari diwarnai
oleh kekerasan yang dilakukan oleh ibu kandungnya sendiri. Lana berusaha
menyembunyikan hal itu dengan menjaga jarak dengan orang lain. Berbaur namun
tidak berteman akrab.
Hingga suatu hari kehadiran Surya,
seniornya di sekolah yang sekaligus tetangga yang tinggal di samping rumahnya
mengubah rona hidup Lana. Ya, layaknya gadis remaja lain. Lana tidak mampu
menghindar dari pesona dan perhatian Surya hingga perlahan ia pun tertarik pada
cowok itu.

Namun kehidupan Lana tetap saja
tidak mudah. Dengan ibu yang seorang pemabuk dan kerap memukulinya, tentu saja
tidak ada kata “mudah” apalagi “nyaman”. Dan kehadiran Surya membuat semuanya
perlahan bertambah rumit.
Dan akhirnya berujung menjadi
tragedi yang membuat Lana harus menentukan pilihan penting.
“Memisahkan
diri dari lingkar pertemanan adalah hal yang mudah, dibandingkan dengan mencari
teman.” (Hal. 12)
***
 “Manusia pada akhirnya harus menghadapi
semuanya sendirian, meskipun dikelilingi banyak orang.” (Hal. 15)
Novel ini memang ditujukan untuk remaja. Dengan tokoh
utama yang usianya masih remaja membuat penuturan cerita di dalamnya cukup
ringan. Padahal masalah utama yang diangkat tidak ringan. Kekerasan anak!
Cerita dituturkan dengan sudut
pandang orang pertama. Namun menariknya, cerita ditampilkan dengan gaya yang
unik. Pembaca seolah mencuri baca diary yang ditulis oleh Lana. Dan sekaligus
merasa menjadi teman Lana. Dapat terasa bagaimana Lana begitu ingin berbagi
pada seorang teman namun tidak bisa melakukannya. Hingga akhirnya ia pun
menumpahkan kisahnya dalam buku harian. Di saat yang sama tetap terasa bahwa
Lana tetap membangun jarak dengan pembaca.
Membahas karakter, penulis mampu
menampilkan sosok ibu Lana sebagai sosok jahat namun beralasan. Latar belakang
sikap sang ibu pun pada akhirnya tetap logis meski tidak bisa dibenarkan.
Salah satu hal yang agak mengganggu
saya, diceritakan bahwa Lana berpisah dari ayahnya sejak kelas 6 SD. Dan sudah
4 tahun tanpa dia. (Cek halaman 78).  Sedangkan saat ini, Lana sudah duduk di bangku
kelas XI. Seharusnya 5 tahun kan?
Terakhir, yang kurang dari buku ini
adalah ending cerita. Rasanya aneh mendapati Lana masih bisa menulis ending
dari kisah hidupnya.
Tapi di luar kekurangan tersebut,
buku ini menarik dibaca. Buku remaja yang nggak melulu tentang cinta. Nggak
melulu cengeng.
Dan selain itu, konflik yang
diketengahkan tentu memperlihatkan kejelian penulis menangkap isu sosial yang berkembang.
Hal ini patut diapresiasi.
“Mungkin
aku ingin didengar agar ada orang yang menolongku.” (Hal. 38)
***
“Seorang
cewek harus bisa jaga harga diri, kan?” (Hal. 47)
“Kau
harus tahu bahwa tidak semua niat baik akan dibalas dengan kebaikan pula.”
(Hal. 111)
“Manusia
diciptakan untuk menyesal. Apa lagi yang bisa mereka lakukan jika sesuatu sudah
terlanjur terjadi? Hanya menyesal.”(Hal. 120)
“Beberapa
orang diciptakan untuk menjadi jahat.” (Hal. 122)
***